Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota parlemen Prancis pada Selasa (28/10) malam menyetujui dua kenaikan pajak mengejutkan terhadap perusahaan multinasional, sebuah langkah yang menentang pemerintahan Perdana Menteri Sébastien Lecornu dan menimbulkan ketidakpastian baru dalam pembahasan Rancangan Anggaran 2026.
Dua amandemen tersebut—yang disahkan pada tahap pembacaan pertama di Majelis Rendah (Assemblée Nationale) dengan dukungan dari kelompok sayap kanan jauh dan sayap kiri radikal—masih dapat dibatalkan dalam proses legislasi selanjutnya.
Kebijakan itu mencakup pajak baru berdasarkan pendapatan global serta pelipatgandaan pajak digital yang sudah ada. Menteri Keuangan Roland Lescure memperingatkan bahwa langkah tersebut berpotensi melanggar perjanjian pajak internasional dan dapat merusak reputasi Prancis sebagai tujuan investasi asing.
“Langkah ini bisa menimbulkan dampak negatif terhadap daya tarik Prancis di mata investor global,” ujar Lescure.
Parlemen yang Terpecah dan Aliansi yang Tak Terduga
Pemungutan suara ini menegaskan betapa tidak stabilnya proses pengesahan anggaran di parlemen Prancis, yang kini terpecah menjadi beberapa blok ideologis setelah pemilu kilat tahun lalu.
Baca Juga: Prancis Geger! Perhiasan Kerajaan Senilai Rp1,6 Triliun Dicuri
Perdana Menteri Lecornu tidak memiliki mayoritas di parlemen dan bergantung pada dukungan Partai Sosialis agar rancangan anggarannya dapat lolos—dan agar pemerintahannya tidak jatuh dalam mosi tidak percaya.
Sebelumnya, Lecornu menegaskan tidak akan menggunakan kewenangan konstitusional khusus untuk memaksakan rancangan anggaran disahkan tanpa pemungutan suara, membuka peluang bagi koalisi lintas partai yang tak terduga di parlemen.
Pada Selasa malam, partai sayap kanan jauh pimpinan Marine Le Pen (National Rally) bergabung dengan sayap kiri radikal France Unbowed (La France Insoumise) untuk mendukung pajak baru terhadap perusahaan multinasional, yang akan dikenakan berdasarkan omzet global yang dihasilkan dari aktivitas di Prancis.
Langkah ini bertujuan memastikan laba yang terkait dengan kegiatan bisnis di Prancis dikenakan pajak minimal 25%, bahkan jika keuntungan tersebut dilaporkan di negara dengan tarif pajak rendah.
Pajak Digital Naik Dua Kali Lipat, Risiko Ketegangan dengan AS
Selain itu, parlemen juga menyetujui kenaikan pajak digital untuk raksasa teknologi global dengan penjualan tahunan lebih dari €2 miliar (US$2,33 miliar), dari 3% menjadi 6%, meski ditentang keras oleh pemerintah.
Baca Juga: Alasan Keamanan, Mantan Presiden Prancis Sarkozy Dijaga Ketat Polisi di Penjara
Kebijakan ini berisiko memicu kembali ketegangan diplomatik dengan Washington, mengingat Presiden AS Donald Trump sebelumnya telah mengancam akan menerapkan tarif balasan atas pajak digital serupa yang menargetkan perusahaan-perusahaan AS.
Kemungkinan Dibatalkan Senat atau Mahkamah Konstitusi
Meski disahkan di majelis rendah, langkah ini kemungkinan besar akan dibatalkan di Senat, yang dikendalikan oleh partai konservatif. Selain itu, Mahkamah Konstitusi Prancis dapat menyatakan pajak tersebut tidak sah jika dinilai bersifat “konfiskatif”, sebagaimana pernah terjadi pada kasus serupa di masa lalu.
Sementara itu, parlemen dijadwalkan membahas usulan pajak kekayaan (wealth tax) pada akhir pekan ini atau pekan depan. Namun, Marine Le Pen telah menolak mendukung pajak yang dijuluki “Pajak Zucman”, sehingga peluang penerapannya dinilai kecil.
Di sisi lain, Partai Sosialis menyatakan kini lebih memprioritaskan pajak dengan potensi penerimaan tinggi yang tidak membebani pekerja, membuka kemungkinan adanya kompromi baru dengan pemerintah.












