Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Melonjaknya permintaan atas perumahan yang aman datang menjelang pemilu 14 Mei yang dipandang sebagai tantangan politik terbesar Presiden Tayyip Erdogan dalam dua dekade kekuasaannya.
Menurut laporan seismolog tahun 2019, gempa berkekuatan 7,5 SR - mirip dengan yang terjadi pada Februari - setidaknya akan merusak 17% dari 1,17 juta bangunan di Istanbul, yang melintasi selat Bosphorus yang memisahkan Eropa dan Asia.
Namun, seismolog mengatakan bencana Februari tidak mengubah kemungkinan gempa Istanbul, dengan dua daerah di patahan yang berbeda.
Namun banyak penduduk mengatakan mereka merasa terjebak oleh krisis biaya hidup setelah inflasi melonjak ke level tertinggi dalam 24 tahun di atas 85% pada bulan Oktober dan dengan lebih sedikitnya prospek untuk mendapatkan pekerjaan di tempat lain.
Setiap bencana di Istanbul akan mengguncang ekonomi Turki mengingat wilayah Marmara yang lebih luas menyumbang sekitar 41% dari PDB nasional.
Nilay, seorang mahasiswa doktoral dan ibu baru, telah berusaha untuk pergi tetapi merasa mandek karena pekerjaan suaminya di bidang keuangan mengharuskannya berada di kota, sementara distrik yang lebih aman berada di luar kisaran harga mereka.
Baca Juga: Korban Lebih dari 15.000 Jiwa, Erdogan Dinilai Lamban dalam Menangani Bencana
"Tidak mungkin pindah ke tempat yang dikatakan memiliki tanah yang lebih kokoh karena kenaikan harga setelah gempa," kata Nilay, yang tinggal di distrik Avcilar yang berisiko tinggi di tepi Laut Marmara.
Menurut Pusat Penelitian Ekonomi dan Sosial Universitas Bahcesehir (BETAM), harga sewa rumah Turki melonjak 190% pada bulan Februari dari tahun sebelumnya, dengan harga sewa Istanbul naik 138%. Angka ini jauh lebih tinggi dari inflasi harga konsumen sebesar 55% pada bulan Februari.