Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATIKAN. Diane Karla Abano, migran asal Filipina di Roma, mengenang momen saat Paus Fransiskus mencium kedua putrinya dalam audiensi di Lapangan Santo Petrus pada Mei 2018.
"Semua rasa sakit saya berubah menjadi kebahagiaan dan harapan," ujarnya sambil menunjukkan foto kenangan tersebut seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (26/4).
Abano menyatakan bahwa di mata Paus, semua orang setara, tanpa memandang asal negara. Pekan ini, ia kembali ke Lapangan Santo Petrus untuk memberikan penghormatan terakhir kepada Paus yang telah mengubah hidupnya.
Baca Juga: Biden Anugerahi Paus Fransiskus Medali Kepresidenan di Penghujung Masa Jabatannya
Selama 12 tahun kepemimpinannya, Paus Fransiskus, putra imigran Italia di Argentina, menjadikan penderitaan migran dan pengungsi sebagai prioritas moral.
Ia kerap turun tangan membantu pencari suaka dan mendesak pemerintah dunia untuk lebih peduli.
Perjalanan pertamanya sebagai paus pada 2013 adalah ke Pulau Lampedusa, menghormati migran yang tenggelam di Laut Mediterania.
Ia juga membawa pulang pengungsi dari Yunani pada 2016 dan dari Siprus pada 2021, termasuk Grace Enjei, migran asal Kamerun.
Enjei menceritakan bahwa Paus mengetahui penderitaan mereka dan mengatur relokasi ke Italia.
Baca Juga: Keluarga Kerajaan dan Presiden Bersama para Pelayat Hadiri Pemakaman Paus Fransiskus
Ia juga diundang merayakan ulang tahun Paus, yang mengatakan tergerak oleh kisah mereka.
Paus Fransiskus berulang kali menyerukan perlindungan bagi migran, mengutamakan keselamatan manusia di atas keamanan nasional.
Ia juga menentang rencana pembangunan tembok AS-Meksiko oleh Donald Trump, menyerukan agar membangun jembatan, bukan tembok.
Meski menghadapi penolakan dari politisi dan sebagian anggota Gereja, Paus tetap memperjuangkan hak para migran.
Baca Juga: Sambut Hari Misi Sedunia, Paus Fransiskus Ajak Umat Katolik Jadi Misionaris Harapan
"Ia membantu begitu banyak orang, dan kami sangat berterima kasih," kata Enjei.