Sumber: Bernama | Editor: Sanny Cicilia
KUCHING. Konsul Jenderal RI-Sarawak Jahar Gultom mendorong pebisnis Malaysia mempertimbangkan berinvestasi di Indonesia. Pebisnis bisa menggunakan kesempatan tersebut di tengah rencana Presiden Jokowi mencari mitra swasta membantu pembangunan infrastruktur.
Seperti dikutip Bernama, Selasa (23/6), Jahar bilang, ada 8 proyek yang siap ditawarkan pemerintah Indonesia. Selain itu, ada 9 proyek prospektif, dan 17 proyek potensial. Berbagai proyek ini dibuka dengan skema public-private partnership (PPP), baik untuk pihak swasta lokal maupun internasional.
Delapan proyek yang siap ditawarkan antara lain, Light Rapid Transit (LRT) Bandung, proyek rel kereta Bandara Soekarno Hatta, rel batubara Tanjung Enim-Tanjung Api-Api di Sumatera Selatan, dan pabrik pengolahan limbah padat, dan tempat pembuangan akhir di Bogor dan Depok.
Proyek lainnya, rekayasa pasokan air di Pondok Gede, Pekanbaru, dan Semarang. Ada juga proyek tol di Soreang-Pasir Koja, Jawa Barat.
Investasi Malaysia ke Indonesia tengah gencar-gencarnya. Jahar kemarin mengumumkan, investasi dari Malaysia ke Indonesia di selama kuartal I (Januari-Maret) sebesar US$ 2,35 miliar atau sekitar Rp 30,55 triliun (kurs Rp 13.000 per dollar AS). "Badan Koordinasi Penanaman Modal Indonesia menilai ini investasi terbesar dari Malaysia sejak tahun 2010," kata dia.
Investasi tersebut masih bisa ditingkatkan, lantaran hanya sekitar 28% dari rencana Malaysia berinvestasi di Indonesia yang sekitar US$ 16,14 miliar.
Lima sektor tujuan investasi Malaysia di Indonesia antara lain konstruksi senilai US$ 1,37 miliar, agrikultur dan perkebunan (US$ 1,29 miliar); makanan dan minuman (US$ 532,55 juta), farmasi dan kimia (US$ 214,58 juta), serta transportasi dan komunikasi (US$ 142,65 juta).
Investasi terbesar mengalir ke Pulau Jawa, diikuti Kalimantan dan Sumatera.
Dalam periode yang sama, total perdagangan Malaysia dan Indonesia pada kuartal I-2015 mencapai RM 13,98 miliar atau sekitar Rp 49,61 triliun. Rinciannya, perdagangan di sektor minyak dan gas sekitar RM 2,91 miliar, sementara sektor non-migas RM 11,07%.