Reporter: Dupla Kartini, Bloomberg | Editor: Dupla Kartini
SYDNEY. Para pekerja BHP Billiton Ltd. memperpanjang aksi mogok kerja selama 10 hari, terhitung mulai hari ini (25/2). Mereka menuntut perusahaan tambang batubara terbesar di dunia itu untuk memperhatikan soal keamanan kerja dan kondisi akomodasi di dua wilayah operasional.
Sebelumnya, sekitar 3.000 pekerja di tujuh unit operasional di Queensland yang dimiliki BHP Billiton Mitsubishi Alliance telah menghentikannya aktivitas kerjanya selama seminggu, sejak 15 Februari - 22 Februari. Ini menambah deretan aksi mogok yang sudah terjadi sejak Juni silam.
Juru bicara BHP Antonios Papaspiropoulos menyebut, pekerja melakukan aksi mogok di dua wilayah operasional tambang di negara bagian Queensland, yaitu di Saraji dan Norwich Park. "Serikat buruh juga masih berencana untuk menggelar aksi mogok besok malam di Riverside Goonyella," ujarnya, hari ini.
Papaspiropoulos mengaku, pihaknya kecewa dengan keputusan itu. "Perusahaan tetap terbuka untuk melanjutkan pembicaraan dengan serikat pekerja, termasuk unit konstruksi, kehutanan, pertambangan dan dan energi," ungkapnya.
Lee Bowers, analis di Macquarie Group Ltd. memperkirakan, penghentian produksi selama sepekan akan mengurangi produksi sekitar 1 juta metrik ton. Dia bilang, pekerja di pertambangan memulai aksi mogok, karena isu-isu keamanan kerja dan akomodasi. Aksi tersebut juga terpicu dorongan global dari serikat pekerja, yang menilai kenaikan harga komoditas juga pasti mendongkrak keuntungan perusahaan tambang.
BHP Billiton Mitsubishi Alliance (BMA) merupakan unit usaha yang dimiliki BHP dan Mitsubishi Development Pty. Hampir semua batu bara yang ditambang di lokasi BMA, sekitar 58 juta ton per tahun, diekspor untuk bahan produksi baja.