Sumber: Yonhap | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Pemerintah Korea Selatan berencana mengadakan rapat kabinet luar biasa pada akhir pekan ini untuk memutuskan apakah Penjabat Presiden Han Duck-soo akan menggunakan hak veto terhadap beberapa rancangan undang-undang (RUU) kontroversial.
Keputusan ini menyusul pernyataan Menteri Koordinasi Kebijakan Pemerintah, Bang Ki-seon, pada Selasa (12/12/2023).
Fokus Peninjauan: Konstitusionalitas dan Dampak Masa Depan Negara
Rapat yang diperkirakan akan berlangsung paling cepat Kamis ini akan meninjau kembali enam RUU yang telah disahkan oleh Partai Demokrat, partai oposisi utama, bulan lalu.
Peninjauan ini akan mempertimbangkan aspek konstitusionalitas dan dampak hukum serta ekonomi bagi masa depan negara.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Korea Selatan Tinjau Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol
Dalam pernyataannya, Bang Ki-seon menekankan bahwa peninjauan akan berfokus pada kepatuhan RUU terhadap Konstitusi serta hukum yang berlaku, sekaligus mempertimbangkan dampaknya terhadap stabilitas dan masa depan negara.
Jika Han Duck-soo tidak meminta Majelis Nasional untuk mempertimbangkan kembali RUU tersebut sebelum Sabtu, maka RUU tersebut akan otomatis berlaku sebagai undang-undang.
RUU Manajemen Gabah Jadi Sorotan Utama
Salah satu RUU utama yang akan dipertimbangkan adalah RUU Manajemen Gabah, yang mewajibkan pemerintah untuk membeli kelebihan beras guna menstabilkan harga ketika terjadi fluktuasi pasar.
Sebelumnya, RUU serupa telah diveto oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada Maret 2023, namun gagal dalam pemungutan suara ulang.
Partai Kekuatan Rakyat (PKR) sebagai partai yang berkuasa menilai kebijakan ini dapat membebani keuangan negara dalam skala besar.
Mereka menyuarakan kekhawatiran terkait keberlanjutan kebijakan ini di tengah tantangan fiskal yang dihadapi negara.
Baca Juga: Pejabat Presiden Korsel Han Duck-Soo Hubungi Joe Biden Usai Pemakzulan Yoon Suk-yeol
Kontroversi Seputar RUU Majelis Nasional dan Penilaian Kesaksian
Selain itu, RUU Majelis Nasional bertujuan mencegah pengajuan otomatis anggaran pemerintah ke sidang pleno jika melewati tenggat waktu tertentu.
Sementara itu, RUU Penilaian Kesaksian Majelis Nasional mewajibkan perusahaan untuk menyerahkan data yang diminta oleh anggota parlemen dalam sesi kesaksian.
PKR menyatakan kekhawatiran bahwa undang-undang ini dapat menimbulkan risiko kebocoran data perdagangan yang sensitif dan merugikan perusahaan-perusahaan.
RUU Tambahan: Investigasi Deklarasi Darurat Militer dan Ibu Negara
Penjabat Presiden Han juga dihadapkan pada dua RUU lain yang menjadi perhatian publik.
RUU tersebut mengamanatkan penyelidikan khusus terhadap deklarasi darurat militer Yoon pada 3 Desember serta tuduhan terhadap Ibu Negara Kim Keon Hee.
Kementerian Perundang-undangan Pemerintah telah menerima kedua RUU ini yang disahkan oleh parlemen pekan lalu.
Batas waktu bagi Han untuk menggunakan hak veto terhadap kedua RUU tersebut adalah 1 Januari 2024.
Baca Juga: Menkeu Korsel Berupaya Jaga Stabilitas Ekonomi Pasca Presiden Yoon Dimakzulkan
Sikap Partai Kekuatan Rakyat terhadap RUU Kontroversial
Partai Kekuatan Rakyat secara tegas menolak rancangan undang-undang tersebut dengan alasan potensi beban keuangan yang tinggi dan risiko hukum yang dapat merugikan stabilitas ekonomi serta sektor swasta.
Keputusan Han Duck-soo terkait hak veto terhadap RUU kontroversial ini dinilai krusial karena dapat memengaruhi hubungan politik antara pemerintah dan oposisi.
Rapat kabinet luar biasa diharapkan memberikan kejelasan terkait masa depan RUU tersebut sekaligus menjaga stabilitas politik dan ekonomi menjelang tahun baru.