Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Pertumbuhan yang menyusut, makin banyaknya warga yang kehilangan pekerjaan, dan pelaku industri yang memindahkan kegiatan bisnis ke tempat lain makin menekan Hong Kong.
Bahkan, sejumlah pemimpin Hong Kong menyebut kerusuhan sosial ditambah efek perang dagangan Amerika Serikat dengan China telah membuat Hong Kong harus menghadapi masa depan yang tidak jelas.
Baca Juga: China akan pangkas sejumlah tarif impor pada 1 Januari 2020
Dilansir dari South China Morning Post, ketua Dewan Eksekutif Hong Kong, Bernard Chan mengatakan masalah geopolitik yang kompleks, termasuk pemilihan presiden pada bulan depan di Taiwan, akan memengaruhi masa depan ekonomi Hong Kong.
Sementara Sekretaris Perdagangan dan Pengembangan Ekonomi Edward Yau Tang-wah mengatakan dia bisa melihat dua bencana yang menghantam kota ini dalam kerusuhan dan perang dagang di luar negeri.
Gabungan dua bencana ini telah menggerus PDB Hong Kong hingga 3%. "Kami dalam kondisi yang buruk, tapi ini bukan akhir dunia," kata Yau.
“Bisa dikatakan kita belum keluar dari hutan. Saya dapat melihat dua bencana ini menghantam kita. Tapi kita perlu mengatasinya sendiri, baik pemerintah Hong Kong dan masyarakat luas,” katanya.
Baca Juga: Korut bikin ketar-ketir, pimpinan Jepang dan Korsel akan bertemu Xi Jinping
Protes anti-pemerintah yang melanda kota itu sejak Juni, dikombinasikan dengan perang dagang dan berlakunya Undang-Undang Hak Asasi Manusia dan Demokrasi Hong Kong di Washington pada bulan November telah menciptakan perasaan tidak nyaman yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Presiden China Xi Jinping menyebut situasi ini paling kritis dan rumit sejak Hong Kong kembali ke kedaulatan Tiongkok pada tahun 1997.
Ketika Kepala Eksekutif Carrie Lam Cheng Yuet-ngor melakukan perjalanan ke Beijing untuk kunjungan tugas tahunannya pekan lalu, Perdana Menteri China Li Keqiang mengatakan kepadanya bahwa ia harus menghentikan protes kekerasan, dan menangani konflik dan masalah yang mengakar dalam pembangunan sosial-ekonomi kota.
Chan mengakui ada beberapa masalah yang perlu diselesaikan, tidak terkecuali soal perumahan dan perbedaan antara kaya dan miskin di kota.
“Setelah enam bulan kerusuhan, jelas kami memiliki masalah struktural yang perlu kami atasi,” kata Chan.
Pemerintahan Lam juga harus menangani masalah seputar integrasi ekonomi dan sosial dengan China. Statistik pemerintah terbaru menunjukkan lebih dari 1,4 juta warga Hongkong, atau satu dari setiap lima orang, hidup di bawah garis kemiskinan pada tahun lalu.
Rasio ini menjadi angka tertinggi dalam satu dekade.
Baca Juga: Harga minyak diramal bergerak terbatas setelah mencapai level tertinggi sejak Mei
Kota ini berada di peringkat pasar properti termahal di dunia selama sembilan tahun berturut-turut hingga 2018 oleh konsultan riset International Demability Affordability Survey. Bahkan orang yang ingin menyewa flat bersubsidi harus menunggu rata-rata 5,4 tahun, lebih lama dari yang dijanjikan pemerintah yakni tiga tahun.
Masalah-masalah lain yang membutuhkan perhatian mendesak pemerintah termasuk perpecahan dalam masyarakat, kata Chan, sementara ia juga mengakui bahwa putusnya kepercayaan antara pengunjuk rasa dan polisi tidak akan bisa diperbaiki dalam jangka pendek.
"Saya harap orang-orang akan melihat gambaran yang lebih besar tentang Hong Kong, bahkan jika kita tidak setuju satu sama lain. Sektor ritel dan pariwisata sangat terpengaruh. Jika kerusuhan berlanjut, penurunan akan menyebar ke industri lain," katanya.
Baca Juga: Market global: Bursa AS menembus rekor baru, harga emas tertekan ke US$ 1.480
Dengan PDB menyusut pada level terbesar dalam satu dekade, Chan mengatakan ketidakpastian ekonomi dapat memaksa perusahaan untuk memindahkan kegiatan mereka di tempat lain, sementara Yau memperingatkan lebih banyak kemungkinan kehilangan pekerjaan di bulan-bulan mendatang.