Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Namun perjanjian tersebut tidak pernah diratifikasi oleh China, India, Pakistan, Korea Utara, Israel, Iran dan Mesir.
Disebutkan pula, bom baru ini akan dapat dikirimkan dengan pesawat modern dan akan dirancang untuk memberikan pilihan kepada presiden untuk menyerang sasaran militer yang keras dan memiliki wilayah yang luas.
Jika disetujui, bom tersebut akan menggantikan beberapa B61-7 yang saat ini ada di cadangan nuklir AS, dan bukannya menambah jumlah stok nuklir AS.
“B61-13 mewakili langkah yang masuk akal untuk mengelola tantangan lingkungan keamanan yang sangat dinamis,” kata Plumb. “Meskipun ini memberi kita fleksibilitas tambahan, produksi B61-13 tidak akan meningkatkan jumlah keseluruhan senjata dalam persediaan nuklir kita.”
Mengutip New York Post, pembuatan B61-13 harus terlebih dahulu disetujui dan didanai oleh Kongres.
Baca Juga: Korea Utara Tuduh AS sebagai Pemicu Ketegangan Dunia dengan Supremasi Nuklir
Jika hal itu terjadi, pembuatan senjata baru akan menjadi tugas Administrasi Keamanan Nuklir Nasional Departemen Energi AS.
Pengumuman ini muncul hampir setahun setelah terbitnya Tinjauan Postur Nuklir Pentagon, yang menyerukan AS untuk memodernisasi persediaan nuklirnya yang sudah tua.
Apalagi, melansir BBC, laporan terbaru Pentagon yang dirilis beberapa waktu lalu mengatakan bahwa Beijing menargetkan untuk melipatgandakan persenjataannya menjadi lebih dari 1.000 hulu ledak pada tahun 2030.
Saat ini, China sudah memiliki sekitar 500 hulu ledak operasional.
Meskipun laporan tersebut mengatakan kenaikan tersebut melebihi proyeksi, namun persediaan China masih kalah dibandingkan Rusia dan Amerika Serikat.
Data yang dirilis Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm yang independen menunjukkan, Rusia memiliki persenjataan nuklir sekitar 5.889 hulu ledak dan Amerika Serikat dapat mengerahkan 5.244 hulu ledak.