Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Beberapa sekutu Turki di NATO semakin khawatir dengan sikap Ankara terkait Nagorno-Karabakh, wilayah yang memisahkan diri dari Azerbaijan. Wilayah ini dijalankan oleh etnis Armenia tetapi tidak diakui oleh negara mana pun sebagai republik merdeka.
Melansir Reuters, ketika ditanya apakah Ankara akan menawarkan dukungan militer jika Azerbaijan memintanya, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan pada Rabu bahwa Turki akan "melakukan apa yang diperlukan". Pernyataannya itu menyuarakan pernyataan Presiden Turki Tayyip Erdogan.
Baca Juga: Kian sengit, pertempuran pasukan Azerbaijan dan Armenia terus berlanjut
Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, kemudian berterima kasih kepada Turki atas dukungannya tetapi mengatakan negaranya tidak membutuhkan bantuan militer. "Pertempuran akan berhenti jika pasukan Armenia segera meninggalkan tanah kami," katanya.
Cavusoglu juga mengatakan solidaritas Prancis kepada Armenia sama dengan mendukung pendudukan Armenia di Azerbaijan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang negaranya adalah rumah bagi banyak orang keturunan Armenia, menanggapi hal tersebut saat berkunjung ke Latvia. Dia mengatakan Prancis sangat prihatin dengan "pesan suka perang" dari Turki "yang pada dasarnya menghilangkan hambatan Azerbaijan dalam merebut kembali Nagorno-Karabakh".
“Dan itu tidak akan kami terima,” katanya.
Peran Moskow
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan Moskow bersedia menjadi tuan rumah bagi para menteri luar negeri Armenia dan Azerbaijan untuk melakukan perundingan.
Reuters memberitakan, Lavrov mengadakan percakapan telepon terpisah dengan kedua menteri luar negeri, dan mengatakan dia menyerukan gencatan senjata dan menghentikan "retorika provokatif perang".
Lavrov mengatakan Rusia akan terus bekerja baik secara independen maupun bersama-sama dengan perwakilan kelompok Minsk lainnya dari Organisasi untuk Keamanan dan Kerjasama di Eropa (OSCE) untuk menengahi konflik tersebut.