kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,59   3,01   0.34%
  • EMAS1.332.000 0,60%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang dagang seret negara-negara Asia yang tak bersalah ke jurang resesi (2)


Kamis, 29 Agustus 2019 / 09:50 WIB
Perang dagang seret negara-negara Asia yang tak bersalah ke jurang resesi (2)
ILUSTRASI. Unjuk rasa pro demokrasi di Hong Kong


Sumber: BBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - LONDON. Kecemasan mengenai kondisi perekonomian global semakin meningkat. Tak pelak, isu mengenai resesi serta melambatnya perekonomian menjadi topik hangat yang diperbincangkan dalam beberapa waktu terakhir.

Melansir BBC, perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dengan China membayangi perekonomian dunia. Salah satu indikasinya adalah penurunan yang terjadi di pasar finansial.

Resesi memang bukan merupakan ancaman terhadap negara-negara dengan perekonomian besar di Asia dalam jangka pendek, kendati terjadi perlambatan pertumbuhan. Namun, sejumlah negara-negara kecil -termasuk Hong Kong dan Singapura- sangat terpapar risiko.

Baca Juga: Peringatan resesi teranyar: Kaum tajir mulai ogah berbelanja

Louis Kuijs, head of Asia economics di Oxford Economics, menyebut negara-negara Asia itu sebagai pihak yang tak bersalah yang terjebak dalam perang dagang antara Washington dan Beijing.

"Mereka adalah negara kecil dengan perekonomian terbuka, di mana perdagangan -khususnya dengan China- sangat penting sekali," kata Kuijs kepada BBC.

Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan perlambatan di negara-negara Asia dengan perekonomian terbesar, sekaligus negara-negara yang berisiko terkena resesi: (lanjutan setelah China, Jepang, dan India)

Baca Juga: Perang dagang seret negara-negara Asia yang tak bersalah ke jurang resesi (1)

4. Hong Kong

Negara yang juga dikenal sebagai Asian financial hub ini juga tengah berjibaku untuk keluar dari jeratan perlambatan ekonomi China, perang dagang, dan ketegangan politik. Sejumlah ekonom memprediksi kombinasi tiga faktor itu akan menyeret ekonomi Hong Kong ke jurang resesi dalam waktu dekat.

Tingkat PDB Hong Kong tertekan 0,4% pada tiga bulan yang berakhir Juni dibanding kuartal sebelumnya.

Namun, data tersebut belum memasukkan dampak dari aksi unjuk rasa yang telah menyelimuti Hong Kong selama dua bulan lebih, yang pada akhirnya memukul sektor pariwisata dan pertumbuhan ekonomi yang negatif.

Ekonom di DBS dan Capital Economics memprediksi, data PDB yang akan dirilis pada November nanti akan menunjukkan Hong Kong jatuh ke jurang resesi teknikal karena telah mengalami pertumbuhan ekonomi negatif selama dua kuartal berturut-turut.

5. Singapura

Data BBC menunjukkan, perekonomian negara kota ini sangat tergantung dengan perdagangan. Tak pelak, perang dagang sangat memukul Singapura seiring lemahnya permintaan global serta perlambatan ekonomi China.

Singapura terkenal dengan ekspor barang-barang high tech. Rendahnya permintaan barang-barang elektronik di seluruh dunia memburamkan outlook perekonomian mereka.

Pada kuartal II 2019, PDB Singapura anjlok 3,3% secara tahunan. Kondisi itu mendorong pemerintah Singapura untuk memangkas target pertumbuhan ekonominya tahun ini menjadi 0% hingga 1%.

Baca Juga: Bursa Asia memerah dibayangi kekhawatiran turbulensi ekonomi global

Louis Kuijs, head of Asia economics dari Oxford Economics bahkan memprediksi, tingkat PDB Singapura yang bakal dirilis Oktober akan mengalami kontraksi. Itu artinya, Singapura akan masuk ke dalam resesi teknikal.

Kuijs juga mengatakan, dampak dari perang dagang terhadap Hong Kong dan Singapura lebih besar dari yang dialami China, meskipun tidak ada yang menerapkan kenaikan pajak atas negara-negara tersebut.

6. Korea Selatan

Mengutip BBC, perekonomian Korea Selatan (Korsel) pada awal tahun ini digadang-gadang akan jatuh ke jurang resesi. Namun, Korsel berhasil menghindarinya seiring digelontorkannya anggaran belanja pemerintah besar-besaran. Hal itu berhasil mengerek perekonomian Korsel kembali tumbuh pada kuartal kedua.

Pada kuartal yang berakhir Juni, PDB Korsel tumbuh 1,1% dibanding kuartal sebelumnya. Pada waktu itu, Korsel membukukan kontraksi tajam sejak krisis finansial terjadi. Pada Juli, bank sentral Korsel memangkas suku bunga acuan untuk kali pertama dalam tiga tahun terakhir.

Pukulan terhebat berasal dari anjloknya ekspor barang-barang teknologi, yang dipicu oleh perlambatan permintaan barang-barang elektronik global. Perdagangan itu sangat penting bagi Korsel, karena barang-barang elektronik menyumbang sekitar 30% barang ekspor. Selain itu, perang dagang dengan Jepang juga semakin menambah ketidakpastian terhadap prospek pertumbuhan Korsel.




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×