Reporter: Umar Idris, Bloomberg |
BENGHAZI. Perusahaan migas yang beroperasi di Libia gusar. Mereka khawatir, tentara pro-Muamar Kaddafi akan merusak atau mengambil alih kilang dan infrastruktur eksplorasi mereka. "Kami terus mengamati situasi," begitu pernyataan OMV AG, perusahaan minyak asal Austria.
Mereka layak ketar-ketir, mengingat pada 2 Maret lalu Kaddafi mengancam akan menggantikan semua perusahaan migas Barat dengan perusahaan dari negara dari India dan China. Pertengahan Maret lalu, Kaddafi juga mendiskusikan masalah ini lagi dengan duta besar dua negara itu, juga bersama duta besar Rusia.
“Perusahaan minyak dari negara-negara Barat berharap, Kaddafi tidak merusak fasilitas milik mereka,” kata Johannes Benigni, CEO JBC Energy GmbH, konsultan migas di Vienna, seakan mewakili perusahaan pengeduk minyak bumi ini. Beberapa fasilitas tersebut bisa menjadi target sabotase atau sasaran perusakan.
"Kalau itu terjadi, membutuhkan waktu yang lama sebelum produksi migas menjadi normal lagi," kata Alessandro Marrone, pengamat pertahanan di IAI Institute of International Affairs di Roma, Italia.
Selain OMV AG dan Eni SpA (ENI) dari Italia, produsen minyak global lainnya yang beroperasi di Libia ialah Total SA (Prancis), Repsol YPF SA (Spanyol), dan dua perusahaan asal Inggris, yakni Royal Dutch Shell Plc (RDSA) dan BP Plc (BP). Sebagian besar perusahaan-perusahaan ini telah meninggalkan wilayah Libia dan memulangkan para pekerja mereka ke negara masing-masing.
Ada gantinya
Januari 2011 lalu, Libia memproduksi minyak sebanyak 1,59 juta barel per hari atau 2% dari jumlah produksi global. Namun, saat ini produksi Libia hanya kurang dari 400.000 barel per hari. Akibatnya, harga minyak naik. Kemarin di New York, harga minyak mentah dunia untuk pengiriman April naik 2,3% menjadi US$ 103,35 per barel.
"Pasar minyak telah memberi harga atas ketidakstabilan di Libia dalam tiga pekan terakhir," kata John Sfakianakis, Kepala Ekonom Banque Saudi Fransi (BSFR).
Pengamat migas menilai situasi saat ini sangat sulit bagi semua pihak. "Pasokan telah berhenti. Masalahnya sekarang, kapan ini akan berakhir," kata Artem Konchin, Analis UniCredit SpA (UCG) di Moskow, Rusia.
Menurut Abdullah Al-Attiyah, Deputi Perdana Menteri Qatar, produksi minyak Libia yang hilang tidak akan terlalu berdampak pada pasokan dan permintaan di dunia.
Karena ada kompensasi dari sumber lain, yaitu dari Arab Saudi, Kuwait, dan Uni Emirat Arab. “Ketika saya melihat data inventory ternyata sangat tinggi, di atas 60 hari,” kata Al-Attiyah, yang juga bekas menteri perminyakan ini.
Al-Attiyah berkata, OPEC belum perlu menggelar pertemuan khusus untuk menghadapi situasi saat ini.