Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - ANKARA. Tim penyelamat di Turki telah berhasil menyelamatkan lebih banyak orang dari puing-puing gempa hari Senin. Akan tetapi, harapan memudar semakin di Turki dan Suriah bahwa lebih banyak korban selamat akan ditemukan.
Melansir DW.com, Kepala bantuan PBB Martin Griffiths mengatakan dia memperkirakan jumlah korban tewas setidaknya mencapai 50.000. Hal tersebut diungkapkan setelah dia tiba di Turki selatan pada Sabtu untuk menilai kerusakan akibat gempa.
Dengan korban jiwa sedikitnya 29.605 di Turki, bencana tersebut sudah masuk dalam daftar 10 besar gempa bumi paling mematikan yang pernah ada. Lebih dari 3.500 orang tewas di Suriah, di mana jumlah kematian belum diperbarui sejak Jumat.
Pada periode Senin hingga Sabtu, menurut otoritas bencana AFAD Turki, daerah tersebut mengalami lebih dari 2.000 gempa susulan.
Penjarahan di Turki memicu kemarahan terhadap migran
Penduduk kota-kota Turki yang dilanda gempa dahsyat hari Senin terus melaporkan insiden penjarahan. Sementara, aktivis hak asasi manusia memperingatkan bahwa banyak terjadi penyerangan salah sasaran terhadap sejumlah orang atas dugaan penjarahan.
Pemilik bisnis di pusat Antakya mengosongkan toko mereka pada hari Minggu, lapor kantor berita Reuters.
Baca Juga: Bantu Pasca Gempa, Tim Kemanusiaan RI Akan Bertugas di Antakya, Provinsi Hatay Turki
Warga dan pekerja bantuan memperingatkan ada penurunan kondisi keamanan. Beberapa warga yang rumahnya hancur mengatakan barang berharga mereka telah dicuri.
Presiden Recep Tayyip Erdogan mengeluarkan keputusan presiden yang memperpanjang masa penahanan penjarah dari satu hari penjara menjadi empat hari. Dia mengingatkan para pelanggar akan ditindak tegas.
Menteri Kehakiman Turki Bekir Bozag pada Minggu mengumumkan penangkapan 57 orang terkait penjarahan.
Banyak penduduk Turki dengan cepat menyalahkan para imigran, termasuk warga Afghanistan dan Suriah, yang memicu xenofobia di negara yang menjadi rumah bagi jutaan warga negara asing itu.
Emma Sinclaire-Webb, yang mewakili Human Rights Watch internasional di Turki, mem-posting ulang ke Twitter sebuah gambar yang menunjukkan para penjarah berbaris saat mereka berlutut di lantai.
"Banyak gambar mengejutkan yang beredar tentang polisi & warga sipil yang memukuli & menyiksa individu yang mereka klaim telah menjarah bangunan setelah gempa bumi," katanya.
Baca Juga: Update Korban Gempa Turki-Suriah Mencapai 24.596 Orang, Masih Potensi Bertambah
Dia menekankan tugas pihak berwenang untuk mencegah insiden semacam itu.
Kelompok hukum Asosiasi Pengacara Diyarbakir juga membahas fenomena tersebut di Twitter, dengan mengatakan bahwa hal itu telah mencapai "proporsi yang mengkhawatirkan."
Kelompok itu menyerukan tindakan hukum terhadap "tindakan tidak manusiawi" itu.
Pengiriman bantuan ke Suriah terhambat
Perang saudara Suriah selama dua belas tahun berdampak pada pengiriman bantuan ke daerah-daerah yang terkena dampak gempa dahsyat.
Melansir Reuters, kelompok garis keras Islam yang menjalankan wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak tidak akan mengizinkan pengiriman bantuan dari bagian yang dikuasai pemerintah Suriah.
“Kami tidak akan membiarkan rezim mengambil keuntungan dari situasi untuk menunjukkan bahwa mereka membantu,” kata sumber dari Hayat Tahrir al-Sham (HTS), yang mengatur wilayah yang dikuasai oposisi di provinsi Idlib.
Baik PBB maupun AS mengklasifikasikan HTS sebagai kelompok teroris. Kelompok ini sebelumnya dikenal sebagai Jabhat al-Nusra, dan berperan sebagai afiliasi lokal al-Qaida.
Pemberontak barat laut juga menolak konvoi bantuan dari wilayah timur laut pimpinan Kurdi Suriah pada hari Kamis.
Sementara itu, PBB sedang mencoba untuk membuka dua penyeberangan perbatasan tambahan antara Turki dan Suriah yang dikuasai oposisi untuk memfasilitasi pengiriman bantuan, karena HTS hanya akan menerima bantuan dari Turki.
Saat ini, penyeberangan Bab al-Hawa adalah satu-satunya penghubung yang diakui PBB antara Turki dan daerah yang dikuasai oposisi. Jalan di sekitar persimpangan rusak parah akibat gempa.
Sementara itu di wilayah yang dikuasai pemerintah, Presiden Suriah Bashar al-Assad berterima kasih kepada Uni Emirat Arab karena menjadi salah satu negara pertama yang mendukung Suriah pasca gempa.
Menteri Luar Negeri Emirat Sheikh Abdullah bin Zayed Al-Nahyan mengunjungi Suriah pada hari Minggu, setelah negaranya menjanjikan dana bantuan sekitar US$ 13,6 juta (€12,7 juta) kepada negara tersebut setelah bencana. Mereka kemudian mengumumkan bantuan tambahan sebesar US$ 50 juta (€46,7 juta).
Baca Juga: Sekjen PBB Mengimbau Gempa di Turki dan Suriah Jangan Dipolitisasi
PBB akui gagal di Suriah
Wakil Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Kemanusiaan Martin Griffiths, yang mengunjungi perbatasan Turki-Suriah, mengatakan warga Suriah telah "mencari bantuan internasional yang belum juga tiba."
Dia merujuk secara khusus ke daerah-daerah di barat laut yang dikuasai oposisi Suriah.
"Mereka benar-benar merasa ditinggalkan," tulis Griffiths di Twitter, menambahkan bahwa dia fokus untuk menanganinya dengan cepat.
"Tugas saya dan kewajiban kami adalah untuk memperbaiki kegagalan ini secepat yang kami bisa. Itulah fokus saya sekarang," tambahnya.