kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.407.000   24.000   1,01%
  • USD/IDR 16.580   -17,00   -0,10%
  • IDX 8.125   73,58   0,91%
  • KOMPAS100 1.120   14,21   1,28%
  • LQ45 780   7,86   1,02%
  • ISSI 292   2,64   0,91%
  • IDX30 406   2,01   0,50%
  • IDXHIDIV20 454   0,57   0,13%
  • IDX80 123   1,36   1,12%
  • IDXV30 131   1,14   0,88%
  • IDXQ30 128   0,32   0,25%

Produsen Pisau Legendaris Swiss Army Knife Terpukul Dampak Tarif Perdagangan Trump


Kamis, 16 Oktober 2025 / 15:48 WIB
Produsen Pisau Legendaris Swiss Army Knife Terpukul Dampak Tarif Perdagangan Trump
ILUSTRASI. Produsen pisau legendaris Swiss Army Knife, Victorinox, tengah berjuang menahan kenaikan harga di pasar Amerika Serikat. KONTAN/Mia Chiara


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen pisau legendaris Swiss Army Knife, Victorinox, tengah berjuang menahan kenaikan harga di pasar Amerika Serikat sambil mencari peluang baru di pasar global.

Langkah ini diambil setelah pemerintahan Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor sebesar 39% terhadap barang asal Swiss sejak Agustus, sebagai bagian dari upaya memangkas defisit perdagangan AS.

Produk andalan berwarna merah perak yang dikenal luas di kalangan tentara Amerika pasca-Perang Dunia II itu diproduksi di pabrik Victorinox di Ibach, Swiss tengah.

Di sana, gulungan baja tahan karat diolah menjadi bilah pisau melalui proses pemanasan lebih dari 1.000 derajat Celsius sebelum diasah dan dirakit menjadi multi-tool ikonik tersebut.

Baca Juga: Shutdown Bisa Rugikan Ekonomi AS hingga US$15 Miliar per Minggu

Victorinox, yang memproduksi 10 juta Swiss Army Knife setiap tahun serta berbagai pisau dapur, arloji, dan koper, kini menghadapi beban biaya tambahan yang signifikan akibat tarif baru itu.

Kerugian Potensial Rp 215 Miliar per Tahun

CEO Victorinox, Carl Elsener, mengungkapkan bahwa tarif tersebut dapat menambah biaya sekitar 13 juta dolar AS (sekitar Rp 215 miliar) per tahun. Amerika Serikat selama ini menyumbang sekitar 13% dari total penjualan Victorinox sebesar 417 juta franc Swiss (Rp 8,7 triliun) pada 2024.

“Jika tarif tetap diberlakukan, setiap produk yang kami kirim ke Amerika akan merugi,” ujar Elsener kepada Reuters.

Untuk mengantisipasi, Victorinox telah mengirim stok tambahan ke AS guna menjaga ketersediaan hingga awal 2026 serta mendorong efisiensi di fasilitas produksi di Swiss. Perusahaan juga mempertimbangkan melakukan sebagian proses pemolesan dan pengemasan di AS guna menekan nilai barang yang dikenai bea masuk.

Diversifikasi Pasar: Fokus ke Amerika Latin dan Asia

Elsener menegaskan bahwa Victorinox kini berupaya mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas jangkauan ke Amerika Latin dan Asia. Di sisi lain, perusahaan keluarga yang mempekerjakan sekitar 100 staf di AS tetap berkomitmen mempertahankan harga jual agar tidak memberatkan konsumen.

Baca Juga: Operasi CIA di Venezuela: Trump Janjikan US$50 Juta untuk Tangkap Maduro

“Prioritas kami adalah mempertahankan pangsa pasar di tengah situasi yang tidak menentu,” jelas Elsener. “Investasi kami di AS saat ini difokuskan untuk menghindari kenaikan harga, meskipun harus menanggung kerugian.”

Dampak Luas bagi Industri Swiss

Victorinox bukan satu-satunya perusahaan Swiss yang terkena imbas tarif tinggi. Survei Swiss Mechanic, asosiasi produsen Swiss, menunjukkan 45% perusahaan manufaktur kecil dan menengah mengalami penurunan pesanan sejak tarif diberlakukan.

Selain itu, penguatan franc Swiss sebesar 12% terhadap dolar AS juga mempersempit margin keuntungan ekspor. Perusahaan besar seperti Novartis dan Roche dikhawatirkan turut terdampak jika tarif meluas ke sektor farmasi, sementara Swatch Group dan Nestlé—melalui ekspor kapsul Nespresso—sudah merasakan tekanan serupa.

Produksi di Luar Swiss Bukan Pilihan

Meski sempat mempertimbangkan relokasi sebagian produksi ke AS atau Eropa, Elsener menegaskan langkah itu tidak realistis bagi Victorinox. Sebab, agar produk tetap berlabel “Swiss Made”, minimal 60% biaya produksi harus berasal dari Swiss.

“Memproduksi Swiss Army Knife di luar negeri bukanlah pilihan,” tegas Elsener. “Identitas kami sepenuhnya bergantung pada warisan Swiss itu sendiri.”

Baca Juga: Trump Umumkan India Setuju Stop Beli Minyak Rusia, China Jadi Target Berikutnya

Sebagai alternatif, Victorinox tengah menjajaki opsi pekerjaan akhir (end-of-line) seperti pembersihan dan pengemasan di AS untuk menurunkan nilai bea masuk tanpa mengorbankan keaslian produksi.

Optimisme Bertahan di Tengah Krisis

Meski menghadapi tantangan berat, Elsener tetap optimistis. “Kami telah melalui Perang Dunia I, Depresi Besar, Perang Dunia II, krisis ekonomi global, hingga krisis minyak,” katanya. “Situasi ini hanyalah ujian terbaru yang akan kami lewati.”

Dengan strategi efisiensi, ekspansi pasar baru, dan komitmen terhadap kualitas Swiss, Victorinox berharap dapat menavigasi badai tarif dagang AS tanpa mengorbankan jati diri merek yang telah melegenda selama lebih dari satu abad.

Selanjutnya: Perkuat Bisnis Investasi, Bukalapak Lewat BMoney Buka Privilege Lounge di Bandung

Menarik Dibaca: 11 Rekomendasi Makanan dan Minuman untuk Meredakan Gejala Flu




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×