kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Profil Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) Presiden UEA, yang Jadi Nama Jalan Tol di RI


Selasa, 17 Mei 2022 / 12:37 WIB
Profil Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) Presiden UEA, yang Jadi Nama Jalan Tol di RI
ILUSTRASI. Profil Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) Presiden UEA, yang Jadi Nama Jalan Tol di RI


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Abu Dhabi. Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) secara resmi terpilih sebagai Presiden Uni Emirat Arab (UEA) yang baru pada Sabtu (14/5/2022). Nama Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) cukup terkenal di Indonesia karena menjadi nama jalan layang tol Jakarta-Cikampek. Siapa Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ)? Bagaimana profil Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ)?

Sejak menjabat menjadi Putra Mahkota, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) telah memimpin penataan kembali Timur Tengah, menciptakan poros anti-Iran baru dengan Israel, dan memerangi gelombang pasang politik Islam yang marak di wilayah.

Bekerja di belakang layar selama bertahun-tahun sebagai pemimpin de facto, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) (61) sudah mengubah militer UEA menjadi kekuatan berteknologi tinggi, yang ditambah dengan kekayaan minyak dan status pusat bisnisnya. Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) pun memperluas pengaruh UEA secara internasional.

Pemimpin Teluk yang paling cerdas

Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) mulai memegang kekuasaan dalam periode ketika saudara tirinya Presiden Sheikh Khalifa bin Zayed, yang meninggal pada Jumat (13/5/2022), menderita serangan penyakit, termasuk stroke pada 2014.

MBZ, demikian ia dikenal, didorong oleh "garis pemikiran fatalistik tertentu", bahwa penguasa Teluk Arab tidak bisa lagi mengandalkan pendukung utama mereka Amerika Serikat (AS), menurut mantan utusan AS untuk UEA Barbara Leaf. Pemikiran itu muncul terutama setelah Washington mengabaikan Hosni Mubarak di Mesir, selama Arab Spring 2011.

Baca Juga: Sheikh Mohammed (MbZ) Resmi Jadi Presiden, UEA Diprediksi Lebih Diversifikasi Ekonomi

Saat itu, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) mengeluarkan peringatan "tenang dan dingin" dari basis kekuasaannya di ibu kota Abu Dhabi kepada Presiden AS saat itu, Barack Obama. Menurut memoar Obama, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) meminta Washington untuk tidak mendukung pemberontakan yang dapat menyebar dan membahayakan pemerintahan dinasti Teluk, yang menggambarkan MBZ sebagai “Pemimpin Teluk yang paling cerdas".

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS yang bertugas di pemerintahan Biden, yang memiliki hubungan penuh dengan UEA dalam beberapa bulan terakhir, menggambarkannya sebagai ahli strategi yang membawa perspektif sejarah ke dalam diskusi. “Dia akan berbicara tidak hanya tentang masa sekarang, tetapi kembali ke tahun, dekade, dalam beberapa kasus, berbicara tentang tren dari waktu ke waktu,” kata pejabat itu, sebagaimana dilansir Al Jazeera.

Politik teluk MBZ

Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) mendukung penggulingan militer pada 2013 terhadap presiden terpilih Ikhwanul Muslimin Mesir Mohamed Morsi, dan memperjuangkan Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) saat ia naik ke tampuk kekuasaan dalam kudeta istana 2017. Penguasa Abu Dhabi ini juga memuji (MBS) sebagai orang yang bisa dihadapi Washington dan satu-satunya yang mampu membuka kerajaan Arab Saudi.

Didorong oleh hubungan hangat dengan Presiden AS Donald Trump saat itu, dua tokoh Teluk ini melobi agar Washington melancarkan kampanye tekanan maksimum di Iran. Keduanya juga mendorong AS memboikot negara tetangga Qatar karena mendukung Ikhwanul Muslimin, dan meluncurkan perang yang mahal untuk mencoba mematahkan cengkeraman Yaman yang bersekutu dengan Houthi.

UEA juga terlibat dalam konflik dari Somalia ke Libya dan Sudan sebelum menjungkirbalikkan konsensus Arab selama beberapa dekade, dengan menjalin hubungan dengan Israel pada 2020, bersama dengan Bahrain. Perbaikan hubungan itu dilakukan dalam kesepakatan yang ditengahi AS yang dikenal sebagai Kesepakatan Abraham yang memicu kemarahan Palestina.

Kesepakatan itu didorong oleh keprihatinan bersama atas Iran, tetapi juga dirasakan manfaatnya bagi ekonomi UEA dan keputusasaan dengan kepemimpinan Palestina yang “tidak mendengarkan”, kata seorang diplomat.

Pemikir taktis

Sementara para diplomat dan analis melihat aliansi dengan Riyadh dan Washington sebagai pilar strategi UEA, MBZ tidak ragu-ragu bergerak secara independen ketika kepentingan atau alasan ekonomi menjadi pertaruhan.

Krisis Ukraina mengekspos ketegangan dengan Washington, ketika UEA abstain dari pemungutan suara Dewan Keamanan PBB yang mengutuk invasi Rusia. Sebagai produsen OPEC, bersama dengan raksasa minyak Riyadh, UEA juga menolak seruan Barat untuk memompa lebih banyak.

Abu Dhabi juga mengabaikan kekhawatiran Washington lainnya dengan mempersenjatai dan mendukung Khalifa Haftar Libya melawan pemerintah yang diakui secara internasional, dan terlibat dengan Bashar al-Assad dari Suriah. Dengan Riyadh, perbedaan terbesar datang ketika UEA sebagian besar menarik diri dari Yaman karena perang yang tidak populer, di mana lebih dari 100 warga Emirat tewas, terperosok dalam kebuntuan militer.

Ketika Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir mengingkari janji untuk meninggalkan “Muslim Brotherhood”, Abu Dhabi mengatur kudeta 2019 terhadapnya. Meskipun dia mengatakan dia tertarik pada ideologi mereka pada masa mudanya, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) membingkai Ikhwanul Muslimin sebagai salah satu ancaman paling serius terhadap stabilitas di Timur Tengah.

Seperti Arab Saudi, UEA menuduh Ikhwanul berkhianat, setelah melindungi anggota yang dianiaya di Mesir pada 1960-an, hanya untuk melihat mereka bekerja untuk perubahan di negara tuan rumah mereka. “Saya seorang Arab, saya seorang Muslim, dan saya berdoa. Dan di tahun 1970-an dan awal 1980-an saya adalah salah satunya. Saya percaya orang-orang ini punya agenda,” MBZ mengatakan dalam pertemuan 2007 dengan pejabat AS, menurut Wikileaks.

Pemikir modern yang karismatik

Dididik di UEA dan perguruan tinggi perwira militer di Sandhurst di Inggris, ketidakpercayaan Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) terhadap kelompok tersebut meningkat setelah 2001. Itu terjadi ketika dua orang sebangsanya termasuk di antara 19 pembajak dalam serangan 11 September di AS. “Dia melihat sekeliling dan melihat bahwa banyak generasi muda di kawasan itu sangat tertarik dengan mantra anti-Barat Osama bin Laden,” kata diplomat lain.

“Seperti yang pernah dia katakan kepada saya: ‘Jika mereka bisa melakukannya untuk Anda, mereka juga bisa melakukannya untuk kita.'”

Terlepas dari permusuhan bertahun-tahun, MBZ memilih untuk terlibat dengan Iran dan Turki saat Covid-19, dan meningkatnya persaingan ekonomi dengan Arab Saudi mengalihkan fokus ke pembangunan. Dia mendorong UEA menuju liberalisasi lebih lanjut sambil tetap membatasi perbedaan pendapat politik.

Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) dipandang sebagai seorang modernis di dalam negeri dan orang yang karismatik oleh banyak diplomat. Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) dengan gigih mempromosikan Abu Dhabi yang sebelumnya berprofil rendah, yang memegang kekayaan minyak UEA, dengan memacu pengembangan energi, infrastruktur, dan teknologi.

Sebagai wakil panglima tertinggi angkatan bersenjata dia dipuji karena mengubah militer UEA menjadi salah satu yang paling efektif di dunia Arab, menurut para ahli. Sebab, Mohamed bin Zayed Al Nahyan (MBZ) melembagakan dinas militer untuk menanamkan nasionalisme daripada hak di antara populasi yang makmur.

"Dia tidak bertele-tele ... dia ingin tahu apa yang tidak bekerja dengan baik, bukan hanya apa yang berhasil," kata seorang sumber dengan akses ke Sheikh Mohamed.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Profil Sheikh Mohamed bin Zayed, Presiden UEA, Ahli Strategi yang Karismatik",


Penulis : Bernadette Aderi Puspaningrum
Editor : Bernadette Aderi Puspaningrum


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×