Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - KEINGINAN Presiden Joe Biden mendongkrak pengembangan infrastruktur dengan total anggaran US$ 2 triliun tampaknya akan terkendala.
Pasalnya, usulan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menaikkan pajak korporasi menjadi 28% yang akan menjadi sumber utama untuk mendanai anggaran tersebut ditentang para pengusaha.
Seperti diketahui, tarif pajak perusahaan di AS mengalami pemangkasan pada tahun 2017 dari 35% ke 21% atas dorong mantan presiden Donald Trump dan Partai Republik. Meski begitu, banyak juga perusahaan besar di AS yang membayar pajak jauh lebih rendah dari itu.
Sementara Biden ingin mendorong penerimaan pajak korporasi hingga US$ 4 triliun lebih sebagai bagian penting dari rencana pemerintahannya untuk merestrukturisasi ekonomi AS agar bisa menekan kesenjangan dan mencoba melawan kebangkitan China.
Baca Juga: AS beri peringatan China yang makin agresif terhadap Filipina & Taiwan, siap perang?
Biden mengatakan dirinya masih terbuka untuk melakukan kompromi terkait kemungkinan tarif pajak di bawah 28%. " Saya bersedia mendengarkan (masukan), saya terbuka lebar untuk itu," ujarnya seperti dikutip Reuters, Kamis (8/4).
Reuters telah mewawancarai lebih dari selusin perusahaan dan pejabat di Gedung Putih yang terlibat dalam rencana pengembangan infrastruktur. Sebagian besar berharap pemerintah dan kelompok pengusaha bisa berkompromi untuk menaikkan tarif pajak korporasi hanya sampai ke level 25%.
"Kami tidak menyukai kenaikan pajak ini, tapi kami berharap bisa mencapai 25%," kata salah satu pelobi dari perusahaan energi di AS yang tidak mau disebut namanya.
Menurut pakar pajak dan hukum, perusahaan-perusahaan multinasional AS yang sudah beradaptasi terhadap penurunan pajak yang dilakukan di era Trump tersebut di antaranya Google Alphabet Inc, Facebook Inc dan Merck & Co.
Adapun Amazon mendukung rencana kenaikan tarif pajak perusahaan tersebut demi perbaikan infrastruktur. Itu diungkapkan Jeff Bezos, CEO perusahaan ritel terbesar di AS tersebut.
Namun, pada akhir pekan lalu, Biden mengatakan bahwa Amazon merupakan salah satu dari 91 perusahaan dalam daftar Fortune 500 yang menggunakan berbagai celah untuk tidak membayar pajak penghasilan federal. Sangat kontras dengan keluarga kelas menengah yang membayar tarif pajak lebih dari 20%.
Paket infrastruktur dan investasi yang dianggarkan Biden di antaranya ditujukan untuk pembangunan jalan dan jembatan, serta pendanaan untuk perumahan yang terjangkau dan pekerja perawatan lansia.
Kelompok perdagangan, termasuk Kamar Dagang AS, dan Senator AS Joe Manchin, seorang Demokrat dari Virginia Barat yang moderat dalam beberapa masalah, mengatakan bahwa tarif 28% terlalu tinggi. Namun, Manchin mengaku akan mendukung jika tarifnya dinaikkan ke level 25%.
Gedung Putih tahu bahwa usulan kenaikan menjadi 28% akan mendapat tentangan, termasuk dari beberapa Demokrat. "Mereka bersiap untuk membahas alternatif - termasuk menetapkan tarif menjadi 25%," kata tiga pejabat pemerintahan Biden kepada Reuters.
Pada 2013, Wakil Presiden Biden dan Presiden Barack Obama mengusulkan pemotongan tarif pajak perusahaan menjadi 28% dari 35% dan menjadi 25% untuk produsen, tetapi Partai Republik di Kongres memblokir rencana tersebut di sini.
Sejauh ini, Partai Republik tidak menyuarakan dukungan untuk menaikkan pajak perusahaan, dan mengkritik rencana tersebut karena terlalu besar.
Baca Juga: Korea Utara pindahkan tongkang uji coba rudal kapal selam, untuk tes peluncuran?
“Debat diterima. Kompromi tidak bisa dihindari. Perubahan pasti terjadi, ”kata Biden dalam pidatonya di Gedung Putih pada hari Rabu.
Dia mengatakan dia akan segera mengundang anggota parlemen Republik ke Gedung Putih dan bahwa pemerintahannya terbuka untuk ide-ide bagus dan negosiasi dengan itikad baik.
Meningkatkan tarif pajak perusahaan menjadi 28% dari 21% diharapkan bisa menghasilkan penerimaan pajak US$ 850 miliar. Sementara jika hanya naik ke tingkat 25% makan penerimaan pajaknya hanya di bawah US$ 500 miliar.
Sehingga Partai Demokrat harus mencari aliran pendapatan tambahan atau memotong pengeluaran agar paket infrastruktur bisa dijalankan.