Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Para anggota negara-negara BRICS menghadiri pertemuan puncak virtual pada hari Senin (8/9/2025), yang diselenggarakan oleh Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva. Pertemuan virtual ini bertujuan untuk mengambil sikap tegas terhadap eskalasi perang dagang Presiden AS Donald Trump.
Akan tetapi, pertemuan yang digelar dengan cepat ini justru menjadi ajang kewaspadaan, karena negara-negara besar di blok tersebut, Brasil dan India, berusaha menghindari kemarahan lebih lanjut dari Trump.
Mengutip South China Morning Post, Perdana Menteri India Narendra Modi, salah satu pemimpin pendiri BRICS, tidak hadir dalam pertemuan tersebut, dan mengutus Menteri Luar Negeri Subrahmanyam Jaishankar untuk menggantikannya. Ini sebagai sinyal upaya penyeimbangan yang cermat dengan Washington, karena Trump tidak merahasiakan kemarahannya terhadap blok tersebut.
Jaishankar, seorang diplomat kawakan, mewujudkan aksi penyeimbangan ini di layar kaca.
"Meningkatkan hambatan dan mempersulit transaksi tidak akan membantu, begitu pula dengan mengaitkan langkah-langkah perdagangan dengan masalah non-perdagangan," ujarnya, menyindir taktik tarif Washington.
Baca Juga: BRICS Kuasai 55% Populasi Dunia, Prabowo: Pilar Kekuatan Global
Ia segera beralih ke dalam negeri, mendesak mitra-mitra BRICS untuk mengatasi defisit perdagangan India yang membengkak - seperti defisit US$ 99 miliar dengan Beijing tahun lalu.
"BRICS sendiri dapat menjadi contoh dengan meninjau arus perdagangan antar negara anggotanya. Terkait India, beberapa defisit terbesar kami terjadi dengan mitra BRICS, dan kami telah mendesak solusi yang cepat," ujarnya, tanpa menyebut Tiongkok.
Menurut Mihaela Papa dari MIT Center for International Studies, India sedang mengkalibrasi ulang strateginya.
"Dan ketidakhadiran Modi memberinya ruang, karena Trump "kurang yakin" dibandingkan mantan Presiden Joe Biden akan kontribusi India terhadap kepentingan AS," jelas Papa.
Ia menambahkan bahwa pernyataan Jaishankar menandakan "kehati-hatian" - baik dalam pendekatan India terhadap Trump maupun dalam kepercayaannya terhadap anggota BRICS lainnya.
Papa mencatat bahwa seiring India bersiap untuk memimpin blok tersebut pada tahun 2026, hubungannya dengan AS dapat membentuk arah kelompok tersebut.
Sarang Shidore dari Quincy Institute, sebuah lembaga kajian di Washington, mengatakan pertanyaannya adalah apakah "nada yang lebih lembut" yang akan diterima di AS. Apalagi tampaknya AS tidak berminat untuk menarik diri dari ucapan dan tindakan agresifnya terhadap New Delhi.
Baca Juga: Indonesia Punya Lima Terobosan yang Diusulkan di Forum Pemimpin Agama BRICS