Reporter: Dyah Megasari, Reuters |
TOKYO. Di saat negara lain berkutat mengendalikan laju inflasi, Jepang justru kerepotan mengatur deflasi. Penguatan nilai tukar yen terhadap mata uang lainnya juga membuat Negeri Sakura ini semakin terpuruk. Tak mau diam saja menghadapi kondisi ini, Bank Sentral Jepang akan segera mengambil langkah kebijakan.
Gubernur Bank of Jepang (BoJ), Masaaki Shirakawa menyadari, Jepang masih terus tertekan oleh kedua hal di atas. Oleh sebab itu, BoJ berjanji akan meluncurkan paket stimulus keuangan tambahan apabila kondisi ekonomi semakin memburuk.
Komitmen serupa dilontarkan oleh Perdana Menteri Yoshihiko Noda. Menurutnya, Jepang harus mengatasi deflasi untuk mempertahankan momentum, pemulihan ekonomi. "Prioritas pemerintah saat ini adalah mencapai pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dan stabil," jelasnya, Senin (6/2).
Wajar jika Tokyo mulai khawatir dengan ancaman memburuknya ekonomi. International Monetary Fund (IMF) memprediksi, rasio total utang Jepang terhadap Gross Domestic Product (GDP) bisa mencapai 250% di 2015.
Utang tersebut mengungguli rasio utang Paman Sam yang saat ini bergelut dengan krisis. Rasio utang Amerika terhadap GDP di tahun yang sama dihitung hanya akan sebesar 115%. Bahkan Eropa yang tengah sekarat juga diprediksi tak akan tembus 200%. Memang, terdapat perbedaan mengenai siapa saja penggenggam obligasi tersebut. Eropa dan Amerika banyak bergantung pada investor asing. Sedangkan Jepang hanya bergantung pada investor lokal.