Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Otoritas perjudian Swiss tengah meninjau proyek tiket berbasis blockchain milik FIFA yang dikenal sebagai Right-to-Buy (RTB) NFTs, untuk memastikan kepatuhannya terhadap regulasi perjudian nasional.
Melansir Cointelegraph Selasa (7/10/2025), meski begitu, belum ada dugaan pelanggaran yang disampaikan sejauh ini.
Menurut laporan Bloomberg, Gespa, badan pengawas perjudian Swiss, sedang mengkaji apakah token Right-to-Buy yang dapat dibeli, dijual, dan diperdagangkan di pasar NFT resmi FIFA memiliki karakteristik seperti perjudian atau sekadar hak bersyarat untuk membeli tiket.
“Kami belum menerima laporan pelanggaran apa pun. Saat ini kami hanya mengumpulkan fakta untuk menentukan apakah diperlukan tindakan lebih lanjut,” ujar Manuel Richard, Direktur Gespa, kepada Bloomberg pada Senin (6/10/2025).
Baca Juga: Jadwal Live TV dan Streaming Indonesia vs Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026
NFT “Right-to-Buy” Bukan Tiket, tapi Hak Beli Bersyarat
Berdasarkan situs resmi FIFA, token RTB merupakan NFT yang memberikan hak prioritas untuk membeli tiket pada pertandingan tertentu, bukan tiket fisik itu sendiri.
Pemegang token dapat membeli tiket dengan harga resmi bila syarat tertentu terpenuhi misalnya jika tim pilihan mereka lolos ke fase berikutnya.
FIFA pertama kali memperkenalkan sistem RTB pada Final Piala Dunia 2024, menawarkan 1.000 token RTB untuk penggemar.
Token yang terhubung dengan tim tertentu (team-linked RTBs) hanya aktif jika tim tersebut berhasil lolos, dan token dapat diperdagangkan di pasar sekunder FIFA yang didukung mitra Web3-nya, Modex.
Baca Juga: Marc Klok Optimis & Ingin Cetak Sejarah Bersama Timnas Indonesia di Piala Dunia 2026
Untuk Piala Dunia 2026 yang akan diselenggarakan di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko, harga token “Right to Final” berkisar US$299–999 tergantung tim.
Token untuk tim unggulan seperti Argentina, Brasil, dan Inggris menjadi yang paling mahal dan cepat habis terjual.
FIFA menyebut inovasi ini sebagai solusi atas tingginya permintaan tiket. Pada Piala Dunia 2022 di Qatar, terdapat 23 juta permintaan untuk hanya 3,4 juta tiket.
FIFA Gandeng Blockchain, dari Algorand hingga Avalanche
NFT, atau non-fungible tokens, merupakan aset digital unik berbasis blockchain yang memverifikasi kepemilikan dan keaslian.
Meski tren NFT global sudah meredup sejak 2022, FIFA terus bereksperimen dengan teknologi ini untuk koleksi digital, akses tiket, hingga permainan berbasis Web3.
Baca Juga: Piala Dunia 2026: FIFA Tolak Intervensi Politik Donald Trump Soal Pemindahan Venue
Sejak 2022, FIFA meluncurkan platform FIFA Collect di blockchain Algorand, sebelum bermigrasi ke Avalanche pada Mei 2025 untuk membangun infrastruktur blockchain mandiri.
Pada Desember 2023, menjelang Club World Cup di Arab Saudi, FIFA dan Modex merilis 1.000 NFT, termasuk 100 yang menawarkan kesempatan memenangkan tiket ke Final Piala Dunia 2026.
Selain itu, FIFA juga memperluas ke dunia gim Web3 melalui FIFA Rivals, permainan seluler gratis yang diluncurkan pada Juni 2025 bersama Mythical Games, memungkinkan pengguna mengelola klub, berkompetisi, dan memperdagangkan kartu pemain NFT.
CEO Modex dan FIFA Collect, Francesco Abbate, mengatakan bahwa teknologi AvaCloud di Avalanche memungkinkan FIFA menghubungkan ekosistem NFT-nya dengan dompet digital dan aplikasi terdesentralisasi (DApp) yang lebih luas.
Baca Juga: Tiket Piala Dunia FIFA 2026 Resmi Dijual! Segini Harganya
Dengan basis penggemar global mencapai 5 miliar orang, penggunaan jaringan Avalanche Subnet memungkinkan FIFA menjalankan blockchain khusus yang dapat disesuaikan secara independen untuk mengantisipasi lonjakan trafik saat event besar seperti Piala Dunia.