Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin diharapkan dapat menurunkan ketegangan dua negara raksasa tersebut. Pertemuan ini juga digambarkan sebagai pertemuan dua musuh lama yang hubungannya bisa diatur ulang.
Namun, banyak pihak tidak berharap banyak pada pertemuan dua pemimpin negara adidaya ini apalagi kedua negara tidak berminat membuat konsesi dari pertemuan itu.
Mengutip Reuters, Kamis (13/5) rincian KTT, seperti lokasi, waktu dan agenda, masih dinegosiasikan oleh kedua belah pihak. Rencananya pertemuan itu terjadi pada bulan Juni di negara ketiga.
Pertemuan itu juga terjadi menyusul kunjungan pertama keluar negeri Biden ke negara sekutu AS yakni Inggris dan Brussel.
Baca Juga: Ketegangan dengan Barat memanas, Vladimir Putin tinjau kekuatan militer Rusia
Gedung Putih, seperti dilansir Reuters, berhati-hati menggambarkan pertemuan Biden dengan Putin itu sebagai upaya pengaturan ulang hubungan kedua negara.
Namun pertemuan itu juga menjadi kesempatan untuk menyeimbangkan kembali hubungan kedua negara pasca pemerintahan Donald Trump yang sebelumnya dinilai condong membela Rusia.
"Menurut kami, ini bukan pengaturan ulang. Ini upaya untuk membuatnya kurang menjadi fokus utama, membuatnya lebih dapat diprediksi, bekerja sama di mana kami setuju - dan di mana kami tidak setuju, buat poin kami," kata seorang pejabat senior Gedung Putih kepada Reuters.
Baca Juga: Joe Biden percaya diri bisa bertemu dengan Vladimir Putin dalam waktu dekat
"Penyetelan ulang menyiratkan bahwa ini akan menjadi satu, mendorong, 'hubungan strategis paling penting dari kepresidenan' dan menurut saya bukan itu pesan yang kami coba kirimkan," ujar pejabat yang berbicara secara anonim itu.
Untuk Kremlin, para pejabat Rusia memandang KTT itu penting untuk mendengar dari Biden secara langsung setelah apa yang dikatakan sumber yang dekat dengan pemerintah Rusia adalah pesan yang beragam dari pemerintahan AS yang baru.
"Hal terbaik yang bisa kami harapkan saat ini adalah status quo, dan hubungan kedua negara tidak menjadi lebih buruk," kata sumber itu.