Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Rencana wajib militer Myanmar mengungkap besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh pertempuran yang tak henti-hentinya selama berbulan-bulan melawan pemberontak terhadap pasukannya dan perjuangan yang dihadapi para jenderal untuk mengisi kembali barisan mereka.
Ini adalah hasil analisis dari para ahli, diplomat, dan seorang pembelot.
Rencana tersebut diumumkan minggu ini sebagai respons atas kehilangan kendali junta atas sebagian besar wilayah di garis depan, yang melintasi dari dataran tinggi di perbatasan dengan Tiongkok hingga garis pantai dekat Bangladesh.
Baca Juga: Junta Myanmar Berencana Menerapkan Wajib Militer pada April 2024
Serangkaian serangan terkoordinasi oleh kelompok pemberontak, yang dikenal sebagai Operasi 1027, telah berhasil merebut wilayah tersebut sejak Oktober.
"Militer jelas menghadapi kekurangan personel yang signifikan, itulah mengapa mereka mengusulkan rencana wajib militer tersebut untuk pertama kalinya dalam sejarah mereka," ujar Richard Horsey, penasihat senior Crisis Group di Myanmar.
Juru bicara junta tidak memberikan tanggapan atas permintaan komentar dari Reuters.
Sejak kudeta tahun 2021 yang menggulingkan pemerintahan yang dipimpin oleh pemenang Nobel, Aung San Suu Kyi, militer telah terlibat dalam pertempuran yang semakin meluas melawan perlawanan bersenjata.
Baca Juga: Junta Myanmar Terapkan Wajib Militer untuk Anak Muda, Perempuan dan Laki-laki
Junta menggambarkan para pejuang perlawanan sebagai "teroris" yang bertanggung jawab atas ketidakstabilan di Myanmar.
Rencana wajib militer yang dijadwalkan akan dimulai pada bulan April mendatang akan mewajibkan semua pria usia 18 hingga 35 tahun, dan wanita usia 18 hingga 27 tahun, untuk menjalani wajib militer selama dua tahun.
Sementara itu, spesialis seperti dokter yang berusia hingga 45 tahun harus menjalani wajib militer selama tiga tahun. Layanan ini dapat diperpanjang hingga total lima tahun, menurut laporan media pemerintah.
Baca Juga: Pemboman Gereja oleh Militer Myanmar Terindikasi Kejahatan Perang
Menurut Ye Myo Hein, seorang penasihat senior dari Institut Perdamaian Amerika Serikat, sebagian besar batalion militer saat ini kesulitan untuk mencapai setengah dari jumlah pasukan yang direkomendasikan, yaitu 200 tentara.