Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Ribuan demonstran berkumpul di Washington, D.C., pada Sabtu untuk memprotes pelantikan Presiden terpilih Donald Trump.
Protes ini mencerminkan kekhawatiran para aktivis terhadap kebijakan yang dianggap akan mengancam hak-hak konstitusional, terutama selama masa jabatan kedua Trump.
Aksi ini diwarnai dengan berbagai isu seperti hak perempuan, keadilan rasial, lingkungan, dan isu-isu sosial lainnya.
"People's March": Pesan Solidaritas Melawan Kebijakan Trump
Para demonstran, termasuk kelompok advokasi hak reproduksi, keadilan sipil, dan perlindungan lingkungan, berkumpul dalam acara bertajuk "People’s March". Rute aksi ini melewati Gedung Putih hingga Lincoln Memorial di National Mall.
Baca Juga: Pelantikan Bersejarah Presiden Donald Trump Dibayangi Prediksi Cuaca Ekstrem
Sebagian peserta mengenakan topi merah muda, simbol protes besar-besaran pada pelantikan pertama Trump tahun 2017. Namun, protes kali ini cenderung lebih kecil. Para penyelenggara memperkirakan kehadiran sekitar 50.000 orang, sementara polisi setempat memprediksi sekitar 25.000 orang.
Salah satu faktor penyebab menurunnya jumlah peserta adalah fragmentasi gerakan hak-hak perempuan pasca kekalahan Kamala Harris dalam pemilu November lalu. Harris, Wakil Presiden Demokrat, merupakan kandidat perempuan yang dikalahkan Trump, menyusul kekalahan Hillary Clinton pada 2016.
Isu-Isu yang Diangkat dalam Protes
Demonstrasi ini mencakup berbagai isu, mulai dari perubahan iklim, imigrasi, hingga konflik di Gaza. Salah satu demonstran bahkan membawa poster bertuliskan, "We are not your 51st state", sebagai kritik terhadap tekanan Trump terhadap Kanada.
Olivia Hoffman, seorang aktivis berusia 26 tahun dari California, mengatakan, "Banyak orang merasa kecewa. Kami sudah terlalu lama memperjuangkan hal yang sama." Hoffman, yang bekerja di Young Women’s Freedom Center, ikut serta dalam protes bersama ibunya.
Mini Timmaraju, CEO organisasi advokasi Reproductive Freedom for All, memuji keberanian para demonstran dalam menghadapi "ekstremisme yang sangat mengerikan" dari kebijakan-kebijakan yang direncanakan Trump.
Baca Juga: Solana Tembus Rekor US$275 Didorong Lonjakan Memecoin Resmi Trump
Protes yang Sebagian Besar Berjalan Damai
Meskipun diwarnai dengan ketegangan, demonstrasi berlangsung damai di tengah pengamanan ketat. Beberapa insiden kecil terjadi, seperti seorang pendukung Trump yang mengenakan topi MAGA (Make America Great Again) yang dibawa pergi oleh pihak berwenang.
Di lokasi protes, pedagang menjual berbagai suvenir seperti tombol bertuliskan #MeToo dan bendera People’s March seharga $10. Poster-poster bertuliskan “Feminists v. Fascists” dan “People over politics” juga terlihat di antara kerumunan.
Nancy Robinson, seorang pensiunan berusia 65 tahun dari Maryland, mengungkapkan pesimismenya terhadap masa depan di bawah pemerintahan Trump. "Saya senang melihat beberapa orang masih memiliki harapan," katanya. "Tapi itu bukan saya. Saya pikir kita sudah hancur."
Tantangan di Bawah Kepemimpinan Trump
Trump, yang memenangkan semua tujuh negara bagian kunci dalam pemilu 2024, akan dilantik pada Senin bertepatan dengan Hari Martin Luther King Jr.. Trump juga menjadi presiden pertama dari Partai Republik dalam dua dekade terakhir yang berhasil memenangkan suara populer.
Baca Juga: Peringatan IMF, Kebijakan Trump Bisa Meningkatkan Biaya Utang Negara Berkembang
Trump telah berjanji untuk membuat perubahan besar sejak hari pertama masa jabatannya, termasuk mengadakan razia imigrasi dan membongkar bagian-bagian tertentu dari pemerintahan federal.
Dengan kendali penuh Partai Republik atas Kongres dan mayoritas konservatif di Mahkamah Agung, para aktivis dan Demokrat menghadapi tantangan berat untuk melawan agenda Trump.
Meskipun ada perpecahan dalam beberapa gerakan, para pemimpin hak-hak sipil berkomitmen untuk terus memobilisasi dan mengadakan protes lebih lanjut, termasuk pada hari pelantikan. Preethi Murthy, seorang pekerja kesehatan global berusia 28 tahun dari Washington, menyatakan, "Kita harus menunjukkan bahwa jumlah kita lebih besar dan kita tidak akan mundur."