CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.466.000   -11.000   -0,74%
  • USD/IDR 15.894   -34,00   -0,21%
  • IDX 7.217   2,50   0,03%
  • KOMPAS100 1.104   1,13   0,10%
  • LQ45 878   2,34   0,27%
  • ISSI 218   -0,10   -0,05%
  • IDX30 449   1,31   0,29%
  • IDXHIDIV20 542   2,10   0,39%
  • IDX80 127   0,15   0,12%
  • IDXV30 136   0,61   0,45%
  • IDXQ30 150   0,28   0,18%

Rusia Bisa Bergabung dengan China Jika Menghadapi Ancaman AS


Kamis, 12 September 2024 / 06:58 WIB
Rusia Bisa Bergabung dengan China Jika Menghadapi Ancaman AS
ILUSTRASI. Pada Rabu (11/9/2024), Rusia mengatakan kemitraannya dengan China tidak ditujukan untuk melawan negara ketiga. REUTERS/Jason Lee


Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Pada Rabu (11/9/2024), Rusia mengatakan kemitraannya dengan China tidak ditujukan untuk melawan negara ketiga.

Akan tetapi, kedua kekuatan tersebut dapat menggabungkan potensi yang dimiliki jika menghadapi ancaman dari Amerika Serikat.

"Saya ingin mengingatkan Anda bahwa Moskow dan Beijing akan menanggapi 'penahanan ganda' oleh Amerika Serikat dengan 'tindakan balasan ganda'," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Maria Zakharova ketika ditanya tentang kemungkinan penempatan rudal AS di Jepang.

Melansir Reuters yang mengutip Japan Times, Amerika Serikat telah menyatakan minatnya untuk menempatkan sistem rudal jarak menengah Typhon ke Jepang untuk latihan militer bersama.

"Jelas bahwa Rusia dan China akan bereaksi terhadap munculnya ancaman rudal tambahan dan sangat signifikan, dan reaksi mereka akan jauh dari politis, yang juga telah berulang kali dikonfirmasi oleh kedua negara," kata Zakharova kepada wartawan dalam pengarahan mingguan.

Dia mengatakan Rusia dan China memiliki kemitraan strategis yang tidak agresif dalam tujuannya.

Baca Juga: Ini Peringatan Kremlin Jika AS Izinkan Kyiv Serang Rusia dengan Rudal Jarak Jauh

"Hubungan kita tidak ditujukan terhadap negara ketiga... dan tindakan balasan ganda tidak bertentangan dengan ini. Ini adalah posisi defensif, ini bukan inisiatif untuk menargetkan negara lain," kata Zakharova dalam menjawab pertanyaan dari Reuters.

Dia menambahkan, "Tetapi jika kebijakan serangan agresif sedang dilaksanakan terhadap kita dari satu pusat, mengapa kita tidak menggabungkan potensi kita dan memberikan penolakan yang tepat?"

Presiden Vladimir Putin dan Xi Jinping menandatangani kesepakatan kemitraan "tanpa batas" pada tahun 2022, kurang dari tiga minggu sebelum Putin mengirim pasukannya ke Ukraina. 

Pada bulan Mei tahun ini mereka sepakat untuk memperdalam apa yang mereka sebut sebagai "kemitraan komprehensif dan kerja sama strategis" untuk era baru.

Baca Juga: Rusia Peringatkan Barat Terkait Pasokan Rudal Jarak Jauh ke Ukraina

Kedua negara belum mendeklarasikan aliansi militer formal, meskipun Putin minggu lalu menggambarkan hubungan kedua negara sebagai sekutu dalam segala arti kata.

Rusia dan China telah menggelar latihan militer bersama, termasuk latihan angkatan laut yang dimulai pada hari Selasa. 

Putin, yang mengawasi peluncuran manuver tersebut, memperingatkan Amerika Serikat agar tidak berupaya mengalahkan Rusia dengan membangun kekuatan militernya di kawasan Asia-Pasifik.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×