Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - MOSKOW. Rusia berkomitmen pada sikap pragmatis dalam hubungannya dengan Amerika Serikat (AS) dan China, dan tidak akan menjauhkan diri dari kedua sisi demi beberapa intrik.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menegaskan sikap negeri beruang merah itu dalam wawancara dengan Sputnik, Komsomolskaya Pravda, dan radio Govorit Moskva, Rabu (14/10).
"Saya tidak melihat alasan, mengapa kita harus menjauhkan diri dari siapa pun," kata Lavrov menjawab pertanyaan tentang apakah Rusia dapat mengambil keuntungan dari kontradiksi AS-China seperti dikutip TASS.
Secara khusus, Lavrov mengatakan, Rusia tidak berencana untuk bermanuver ke arah koalisi anti-China yang dipimpin AS demi mendapatkan keuntungan apa pun.
Baca Juga: Panas, AS tuding Rusia, China, Iran berusaha mencegahnya mendapatkan vaksin corona
"Akan konyol untuk menjauhkan diri dari kesepakatan apa pun yang kami anggap saling menguntungkan dan dapat diterapkan. Dan menjauhkan diri dari kesepakatan ini, dalam hal ini dengan China, hanya untuk menunjukkan kita juga dapat memutarbalikkan intrik," tegas dia.
"Mengapa kita harus melakukan ini? Ini merugikan kita," imbuh Lavrov.
Tidak akan berubah setelah pemilihan presiden AS
Dan, Lavrov menekankan, hubungan Moskow-Washington tidak akan berubah secara drastis setelah pemilihan presiden AS.
"Satu hal yang dapat kami yakini adalah bahwa situasi dalam hubungan kami tidak akan berubah secara drastis. Mungkin ada beberapa perbedaan dalam satu arah atau lainnya," katanya.
Baca Juga: Putin: Rusia dan AS berhasil membangun perdagangan, meski ada pandemi
Tapi, Lavrov tidak tahu, apakah akan ada kedinginan lebih lanjut dalam hubungan bilateral Rusia-AS. "Hanya seorang pesimis yang mengatakan bahwa keadaan tidak akan lebih buruk, dan seorang yang optimis berkata, mungkin," uja dia.
Hanya, menurut Lavrov, mungkin calon yang kalah akan menuduh Rusia ikut campur dalam pemilihan presiden AS.
"Itu karena kedua partai, Republik dan Demokrat, sekarang menggunakan salah satu argumen kunci (tuduhan) bahwa Rusia berusaha untuk membawa saingan mereka ke tampuk kekuasaan," ungkapnya.