Sumber: South China Morning Post | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Seperti kita ketahui, saat ini TikTok menjadi aplikasi fenomenal yang diminati pengguna dari segala usia, termasuk di AS sendiri.
Menurut laporan dari TikTok tahun lalu, sekitar 60% dari 26,5 juta pengguna aktif bulanannya di AS berusia di antara 16 dan 24 tahun.
Kekhawatiran AS akan aplikasi China sudah mulai muncul sejak tahun 2017 silam. Saat itu China mengumumkan aturan bahwa setiap perusahaan China memiliki kewajiban untuk mendukung dan bekerja sama dengan pemerintah dalam urusan intelijen.
Atas dasar ini jugalah pemerintah AS dalam dua tahun terakhir getol ingin menghapus segala perangkat digital buatan China dari negaranya. Dalam hal ini Huawei dan ZTE yang jadi korbannya.
Baca Juga: Ketegangan dengan China terus berlanjut, AS bakal batasi visa bagi karyawan Huawei
Menanggapi tuduhan mata-mata ini, pihak ByteDance sudah berulang kali membantahnya dengan tegas.
ByteDance menegaskan bahwa mereka sama sekali tidak mengumpulkan data pengguna AS untuk diserahkan ke pemerintah China.
Bahkan ByteDance juga membuktikan kalau pusat data server mereka dibangun di Singapura, bukan di China, untuk menunjukkan bahwa data ada di wilayah yang netral.
Meskipun demikian pemerintah AS tetap meyakini bahwa TikTok, dan aplikasi China lain, merupakan ancaman keamanan besar bagi negaranya.
Baca Juga: Trump akhirnya menyerah pada masker, suka tidak suka memakainya