Reporter: Ferry Saputra | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Goldman Sachs memperkirakan saham-saham pasar negara berkembang akan mengambil porsi yang lebih besar di pasar saham global dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS) dalam satu dekade ke depan.
Melansir Yahoo! Finance, Minggu (25/6), para ekonom bank itu memperkirakan bahwa pasar-pasar negara berkembang, seperti China dan India, akan menguasai 35% kapitalisasi pasar saham global pada 2030, 47% pada 2050, dan 55% pada 2075.
Sementara itu, saham-saham AS akan mencapai 35% dari kapitalisasi pasar global pada 2030, 27% pada 2050, dan hanya 22% pada 2075. Saat ini, AS menyumbang 42% dari pasar global, sedangkan pasar negara berkembang menyumbang 27%.
Meskipun Goldman Sachs memperkirakan saham-saham pasar negara berkembang akan mengungguli saham-saham pasar negara maju dalam jangka panjang, hal itu tidak selalu mengartikan bahwa kinerja saham yang lebih baik.
Baca Juga: Wall Street Turun, Hentikan Kenaikan Mingguan Beruntun Akibat Efek The Fed
Mereka menerangkan pergeseran saham sebagian besar akan didorong oleh pertumbuhan pendapatan yang lebih cepat di negara-negara berkembang. Hal itu juga yang akan membuat negara-negara berkembang mengejar ketertinggalan dan pada akhirnya menggeser AS dalam pangsa pasar.
Ekonom memperkirakan ledakan pergerakan itu sebagian besar akan dipimpin oleh China, yang mana diperkirakan akan menggantikan AS sebagai ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2035.
Namun, lonjakan tersebut dapat terancam oleh meningkatnya proteksionisme di negara-negara pasar berkembang, yakni mengacu pada kebijakan-kebijakan khusus, seperti yang ada di Cina, yang telah menindak perusahaan-perusahaan asing yang beroperasi di negara tersebut karena undang-undang anti spionase yang baru.
Para pejabat China juga telah menyarankan bahwa mereka dapat membalas perlakuan secara khusus terhadap perusahaan-perusahaan Amerika, jika perusahaan-perusahaannya sendiri terus menghadapi perlakuan kasar di AS.
"Kami melihat proteksionisme sebagai risiko yang lebih penting bagi pertumbuhan pasar modal, risiko bahwa nasionalisme populis menyebabkan peningkatan proteksionisme dan pembalikan globalisasi," ujar para ekonom.
Baca Juga: Bursa Asia Mencerna Proyeksi 2 Kenaikan Suku Bunga The Fed hingga Akhir Tahun (15/6)
Pertumbuhan pesat pasar-pasar negara berkembang juga dapat dikompromikan oleh booming kecerdasan buatan atau artificial intelligence, yang sebagian besar terjadi di pasar-pasar negara maju, seperti AS.
Kinerja kuat saham-saham AS tahun ini sebagian besar disebabkan oleh popularitas AI yang telah menyebabkan beberapa perusahaan membukukan keuntungan yang sangat tinggi.