Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - JAKARTA- Ancaman Iran untuk menutup Selat Hormuz dari lalu lintas perdagangan laut menjadi ancaman serius bagi ekonomi dunia. Sebab aksi yang telah disetujui oleh Parlemen Iran sebagai balasan atas serangan Amerika Serikat dan sekutunya Israel ke negara Persia ini akan berdampak serius bagi pasokan minyak bumi dan gas alam cair (LNG) ke pasar global.
Selat Hormuz sangat krusial dalam perdagangan energi global – berikut data dan insightnya berdasarkan sumber resmi yang dihimpun KONTAN.
Baca Juga: Iran Geram! Parlemen Setujui Penutupan Selat Hormuz Usai Serangan AS ke Situs Nuklir
Pertama, Selat Hormuz menjadi jalur utama minyak dan gas dunia.
Mengutip catatan US Energy Information Administration (16/6/2025), sekitar 20 juta barel minyak per hari yang melewati Selat Hormuz sepanjang 2024 hingga kuartal I 2025.
Jumlah ini setara dengan kurang lebih sekitar 20 % dari total konsumsi minyak global .
Sementara jika dibandingkan dengan volume perdagangan minyak dan gas bumi dunia, angka ini ini setara dengan lebih dari seperempat atau 25% dari seluruh volume perdagangan minyak lewat laut dan serta 20% dari perdagangan gas alam cair atau LNG global. .
Kedua, Selat Hormuz menjadi sentral ekspor bagi minyak dan gas Asia.
Baca Juga: Jika Iran Tutup Selat Hormuz, Ini Antisipasi Pertamina Amankan Pasokan Minyak
Sebagian besar aliran perdagangan minyak dan LNG melalui ekspor melalui selat Hormuz dikirim ke kawasan Asia seperti China, India, Jepang, Korea Selatan.
Secara persentase sekitar 84 % minyak bumi dan 83 % LNG dari kawasan ini di ekspor menuju benua Asia.
Ketiga jalur alternatif perdagangan ekspor dari kawasan ini sangat terbatas.
Saat ini terdapat beberapa jalur alternatif perdagangan minyak dan gas bumi yang di hasilkan negara-negara di kawasan teluk:
Misalnya Arabi Saudi bisa menjalankan ekspor melalui pipa dengan jalur Saudi–Yanbu Pipeline dengan kapasitas sebesar 5 juta barrel per hari.
Selain itu Uni Emirat Arab bisa mengoperasikan jalur pipa ke Fujairah yang berkapasitas 1,8 juta barrel per hari.
Baca Juga: Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Ini Dampaknya Bagi Perekonomian Global
Sedangkan Iran sendiri juga punya jalur pipa Goreh–Jask pipeline dengan kapasitas 300.000 barrel per hari. Tapi jalur ekspor pipa Iran ini hampir tidak digunakan sejak September 2024.
Meskipun ada jalur alternatif ekspor dari Kawasan Teluk selain melalui jalur laut di Selat Hormuz, jalur alternatif ini hanya mampu mengalihkan sebagian kecil volume atau sekitar 10% saja. Sedangkan lebih dari 90% minyak yang diperdagangkan lewat jalur laut dari Teluk Persia masih bergantung ke Selat Hormuz.
Dampak keempat dari penutupan Selat Hormuz adalah risiko geopolitik & dampak ekonomi.
Jika terjadi gangguan atau penutupan Selat Hormuz oleh Iran, harga minyak bisa melonjak drastis:
Beberapa analis asar seperti dikutip The Times dari Market Watch, memperkirakan harga minyak Brent melonjak melewati US$ 100 – 150 per barel dalam skenario terburuk .
Selain itu Oxford Economics seperti dikutip marketwatch.com memperkirakan penurunan produk domestik bruto (PDB) global bisa mencapai sekitar 0,8 persen jika terjadi lockdown atas Selat Hormuz.
Gangguan lalu lintas perdagangan minyak di Selat Hormuz saja, bahkan tanpa penutupan total bakal memicu kenaikan premi geopolitik berupa kenaikan biaya asuransi & transportasi .
Dampak kelima bagi pengimpor migas global.
Baca Juga: Iran Ancam Tutup Selat Hormuz, Harga Minyak Dunia Terancam Tembus US$130 per Barel
Saat ini Amerika Serikat hanya mengimpor sekitar 0,5 juta barrel per hari dari Timur Tengah lewat Selat Hormuz yang berarti hanya sekitar 7 % dari total impor migas AS, dan 2 % konsumsi AS.
Dampak besar akan dirasakan oleh negara negara di Kawasan Asia yang dinilai sangat tergantung dengan minyak dari Teluk Persia: misalnya China & India saat ini menerima 69 % aliran minyak dari Kawasan Teluk. Sedangkan Jepang dan Korea paling terpengaruh jika terjadi gangguan.
Demikian gambaran pentingnya Selat Hormuz sebagai jalur vital untuk sekitar sepertiga perdagangan minyak laut global dan 20 % perdagangan LNG.
Jalur ini sangat penting bagi pasokan energi dunia. Gangguan di sana, walaupun sementara, cukup untuk memicu shok harga besar, ketidakpastian ekonomi global, dan memicu penurunan pertumbuhan ekonomi dunia.