Sumber: Reuters | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. TikTok, aplikasi video pendek yang dimiliki oleh perusahaan China, ByteDance, kembali menjadi sorotan di Amerika Serikat.
Dengan pengguna sekitar 170 juta orang di negara tersebut, TikTok menghadapi ancaman larangan atau penjualan asetnya kepada perusahaan AS.
Perdebatan ini melibatkan berbagai pihak, dari presiden, anggota Senat, hingga Mahkamah Agung.
Bagaimana nasib TikTok di tengah isu keamanan nasional dan perlindungan kebebasan berpendapat?
Baca Juga: Apple Gandeng Tencent dan ByteDance di China demi Penuhi Regulasi Ini
Latar Belakang Permasalahan
Pada April lalu, Kongres AS mengesahkan undang-undang yang mengharuskan ByteDance menjual aset TikTok di AS atau menghadapi larangan total.
Presiden Joe Biden menandatangani undang-undang ini setelah Departemen Kehakiman menyatakan bahwa TikTok, sebagai perusahaan China, merupakan ancaman keamanan nasional. Tuduhannya mencakup akses data pengguna Amerika, seperti lokasi dan pesan pribadi, serta potensi manipulasi konten di platform tersebut.
Namun, ByteDance dan TikTok membantah tuduhan tersebut, dengan alasan bahwa mereka tidak menimbulkan ancaman keamanan. Mereka mengklaim bahwa undang-undang tersebut melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS, yang melindungi kebebasan berbicara.
Desakan untuk Perpanjangan Tenggat Waktu
Senator Demokrat Ed Markey dan Senator Republik Rand Paul mendesak Presiden Biden untuk memperpanjang tenggat waktu 19 Januari 2025 hingga 90 hari.
Dalam surat mereka, para senator menyoroti ketidakpastian hukum yang dapat memengaruhi kebebasan berbicara dan meminta perpanjangan untuk memberikan waktu bagi proses hukum di Mahkamah Agung.
Baca Juga: TikTok Dilarang, US$24 Miliar Hilang. Bisnis Kecil dan Kreator AS Terancam!
Mahkamah Agung akan menggelar sidang pada 10 Januari untuk mempertimbangkan tantangan hukum dari TikTok dan ByteDance, yang berusaha mendapatkan penangguhan larangan atau penjualan.
Pendapat yang Berbeda di Kalangan Senator
Pendapat mengenai TikTok memecah belah anggota Senat AS:
Pendukung Perpanjangan:
- Senator Ed Markey dan Rand Paul menyoroti konsekuensi undang-undang terhadap kebebasan berbicara dan pentingnya waktu tambahan untuk meninjau ulang implikasi hukum.
Penolak Perpanjangan:
- Pemimpin Senat Republik Mitch McConnell membandingkan TikTok dengan "penjahat berat" dan mendesak Mahkamah Agung untuk menolak penundaan apa pun. Senator Josh Hawley dan Richard Blumenthal juga menekankan bahwa ByteDance harus mematuhi hukum.
Baca Juga: Upaya Terakhir TikTok, Pertaruhan Hidup Mati untuk Bertahan di Amerika Serikat
Posisi Presiden Trump yang Berubah
Mantan Presiden Donald Trump, yang sebelumnya mencoba melarang TikTok pada 2020, kini mengambil sikap yang lebih lunak.
Dalam kampanye presidennya tahun ini, Trump berjanji akan "menyelamatkan TikTok" dan mengaku memiliki "perasaan hangat" terhadap aplikasi tersebut.
Trump akan menjabat kembali pada 20 Januari, sehari setelah tenggat waktu TikTok.