kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Serangan udara mematikan Rusia merupakan tembakan peringatan untuk Turki


Rabu, 28 Oktober 2020 / 09:41 WIB
Serangan udara mematikan Rusia merupakan tembakan peringatan untuk Turki
ILUSTRASI. Ilustrasi helikopter militer milik Rusia. REUTERS/Evgenia Novozhenina


Sumber: Arab News | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - ANKARA. Analis politik menilai, serangan udara Rusia di kamp pelatihan pemberontak di provinsi Idlib Suriah merupakan "tembakan peringatan" Moskow ke Turki atas dukungannya untuk kelompok ekstremis.

Melansir Arab News, serangan udara yang dilakukan pada hari Senin (28/10/2020) lalu merupakan serangan paling mematikan dalam sembilan tahun konflik di Suriah. Asal tahu saja, serangan udara itu menewaskan hampir 80 pejuang milisi yang didukung Turki di kamp pemberontak Faylaq Al-Sham, dekat perbatasan Suriah dengan Turki.

Setelah serangan, perdebatan berkecamuk tentang pesan yang ingin dikirim Moskow ke Ankara dengan menargetkan proxy utama Turki di negara yang dilanda perang.

Serangan itu dianggap sebagai pelanggaran serius atas perjanjian gencatan senjata Moskow dengan Ankara.

Idlib adalah fokus dari perselisihan yang berkembang antara Turki dan Rusia, dengan Turki mendukung pasukan pemberontak, sementara Moskow mendukung pemerintah Assad untuk merebut kembali provinsi tersebut.

Baca Juga: Rusia: Situasi di perbatasan Rusia dan Belarusia dengan negara NATO tetap tegang

Pemberontak, yang secara ideologis dekat dengan Ikhwanul Muslimin, telah membantu pasukan Turki mengamankan titik pengamatan di zona yang diperebutkan. Pejuang milisi juga merupakan kelompok bersenjata terbesar yang didukung oleh Ankara.

Para pengamat mengatakan serangan udara itu akan menyebabkan peningkatan ketegangan antara Rusia dan Turki.

Kedua negara telah menghentikan patroli bersama di sepanjang jalan raya utama M4 Idlib meskipun Turki telah memutuskan untuk menguji coba sistem pertahanan udara S-400 Rusia yang kontroversial, mengabaikan peringatan dari Washington.

Baca Juga: Wah, Putin ingin bertemu juara dunia UFC Khabib Nurmagomedov

Sementara itu, Turki telah meningkatkan bala bantuan di pos-pos militer di sepanjang M4 untuk memperkuat pijakannya di wilayah tersebut.

Menurut Samuel Ramani, seorang analis Timur Tengah di Universitas Oxford, Rusia semakin khawatir bahwa Turki mungkin meningkatkan dukungan untuk kelompok dan organisasi pemberontak yang dipandang Moskow sebagai ekstremis.

Serangan udara Rusia terbaru menunjukkan Moskow bersedia mendorong Turki untuk mendukung ekstremisme, katanya kepada Arab News.

Namun, Orwa Ajjoub, peneliti afiliasi di Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Lund di Swedia, mengatakan serangan udara terhadap pemberontak yang didukung Turki harus dilihat sebagai bagian dari konflik yang lebih luas antara kedua negara.

"Ankara dan Moskow telah gagal tiga kali untuk mempertahankan gencatan senjata permanen di Nagorno-Karabakh, di mana kedua aktor tersebut masing-masing mendukung negara lawan Azerbaijan dan Armenia," katanya kepada Arab News.

Baca Juga: Jelang kunjungan Pompeo, China protes pernyataan AS yang intimidasi Sri Lanka

“Di Libya, 'gencatan senjata permanen' yang ditengahi PBB antara pasukan Jenderal Khalifa Hafter yang didukung oleh Rusia, UEA dan Arab Saudi, dan pemerintah Kesepakatan Nasional yang didukung oleh Turki dan Qatar, juga disambut dengan kecurigaan dan kegelisahan sejak Ankara dan Moskow harus menarik tentara bayaran mereka dari negara itu sebelum mengamankan kemenangan yang menentukan,” kata Ajjoub.

Kementerian Luar Negeri Turki belum membuat pernyataan apa pun tentang serangan Rusia tersebut.

Selama kunjungan ke Athena pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengomentari hubungan kedua negara, dengan mengatakan: "Kami memiliki hubungan baik dengan Turki, tetapi bukannya tanpa masalah."

Baca Juga: Sukhoi Rusia kembali cegat pesawat pengintai AS dan Jerman di atas Laut Baltik

Namun, Ajjoub yakin Rusia berharap untuk "mengubah kartu" di Suriah dalam upaya untuk menekan sikap Turki di Nagorno-Karabakh dan Libya.

"Keputusan Rusia untuk melakukan serangan terhadap proxy utama Ankara dirancang untuk mengubah status quo di Idlib," katanya.

Sejak gencatan senjata 5 Maret antara Turki dan Rusia, Idlib telah menikmati ketenangan relatif yang terganggu oleh serangan terutama oleh rezim Suriah.

"Serangan itu ditujukan untuk menggambar ulang peta barat laut Suriah," tambah Ajjoub.

Selanjutnya: Putin: Gabungan militer Rusia-China akan lebih kuat daripada AS




TERBARU

[X]
×