Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Pembatasan minyak
Kendati menghadapi sanksi ketat, AS memberikan kelonggaran pada Iran, yakni selama enam bulan, negara itu bisa tetap menjual minyaknya ke negara yang diberikan pengecualian, seperti Rusia, Turki, China, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Italia, dan Yunani.
Pada tahun 2018, produksi minyak mentah Iran mencapai 3,8 juta barrel per hari (bpd). Merujuk data yang dirilis Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Iran mengekspor sekitar 2,3 juta barrel per harinya.
Namun, keringanan itu tidak gratis. AS menetapkan pembatasan pada importir-importir yang membeli minyak dari Iran. Kondisi ini membuat penjualan minyak Iran rata-rata turun 1 juta barrel seharinya, seperti dikutip dari Bloomberg.
Baca Juga: Dunia mulai meragukan legalitas serangan drone AS yang tewaskan Soleimani
Kebijakan Trump ini membuat Iran kehilangan pemasukan hingga miliaran dollar AS. Kondisi lebih parah, yakni saat pelonggaran enam bulan dari AS berakhir, membuat negara itu makin kesulitan menjual minyaknya.
Pada Oktober 2019, masih dari data OPEC, produksi minyak mentah Iran turun hanya menjadi 2,1 juta barrel per hari. Ekspor minyak Iran jauh merosot dari sebelumnya hanya menjadi 260.000 barrel per hari.
Kendati demikian, menurut para analis, angka yang dirilis OPEC tersebut bisa jadi bukan angka riil. Ini karena Iran juga menjual minyaknya secara sembunyi-sembunyi pada negara lain. Dengan menjualnya di pasar gelap, kapal-kapal tanker Iran dituding mematikan sistem transponder identifikasi pelacakan kapal atau Automatic Identification System (AIS).
Baca Juga: Dubes dapat tugas diplomasi ekonomi, Indonesia sasar sejumlah perjanjian dagang
IMF memprediksi, dengan anjloknya penjualan minyak, Iran menghadapi kesulitan cadangan devisa, yang diperkirakan sudah turun hanya menjadi US$ 86 miliar atau terjun 20% dibandingkan tahun 2013. Pemerintah Iran memperkirakan bahwa pendapatan ekspor minyak akan berkurang sebesar 70% pada tahun fiskal Iran berikutnya.