Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Singapura dan Uni Emirat Arab (UEA) tercatat sebagai negara paling “obsesi kripto” di dunia, ditopang tingginya kepemilikan aset digital, aktivitas pencarian, serta pertumbuhan adopsi yang pesat.
Hal ini terungkap dalam laporan terbaru ApeX Protocol, sebagaimana dilansir dari laman Cointelegraph Senin (29/9/2025).
Singapura menempati peringkat pertama dengan skor komposit 100. Sekitar 24,4% populasinya telah memiliki aset kripto.
Baca Juga: Pasar Kripto Terkoreksi, Strategi Beli Bertahap Jadi Opsi Aman Investor?
Sementara aktivitas pencarian terkait kripto mencapai 2.000 kueri per 100.000 orang, tertinggi secara global.
Pada 2021, hanya 11% warga Singapura yang memegang aset digital, namun jumlah itu melonjak lebih dari dua kali lipat setahun kemudian.
UEA berada di posisi kedua dengan skor 99,7. Negara Teluk ini memimpin dunia dalam tingkat kepemilikan kripto, mencapai 25,3%.
Sejak 2019, adopsi kripto di UEA tumbuh 210%, dengan lonjakan signifikan pada 2022 ketika lebih dari 34% penduduknya melaporkan memiliki aset digital.
Laporan ApeX mengukur keterlibatan kripto berdasarkan empat indikator: tingkat kepemilikan, pertumbuhan adopsi, aktivitas pencarian, dan ketersediaan mesin ATM kripto.
Baca Juga: Indokripto Koin Semesta (COIN), Emiten Kripto Pertama Himpun Rp 220 Miliar dari IPO
AS Pimpin Infrastruktur ATM Kripto
Amerika Serikat (AS) menempati posisi ketiga dengan skor 98,5, didorong oleh infrastruktur yang kuat.
Negeri Paman Sam memimpin dunia dalam ketersediaan ATM kripto dengan lebih dari 30.000 mesin, sepuluh kali lebih banyak dibanding negara lain serta mencatat lonjakan penggunaan kripto 220% sejak 2019.
Kanada berada di posisi keempat dengan tingkat pertumbuhan adopsi tertinggi, yakni 225%. Sekitar 10,1% populasinya memegang aset kripto, dengan dukungan lebih dari 3.500 ATM. Skor komposit Kanada tercatat 64,7.
Turki melengkapi lima besar dengan skor 57,6. Negara ini menempati posisi ketiga global dalam kepemilikan kripto, yakni 19,3% penduduk, dengan volume pencarian yang masih tinggi hampir 1.000 kueri per 100.000 orang.
Baca Juga: Bitcoin cs Melorot Pasca-The Fed Pangkas Bunga, Respons Normal atau Sinyal Negatif?
Indonesia Masuk 10 Besar
Selain itu, daftar 10 besar juga mencakup Jerman (48,4), Swiss (46,2), Australia (45,1), Argentina (37,6), dan Indonesia (37,1).
Faktor pendorongnya adalah kombinasi antara adopsi yang meningkat, infrastruktur yang menguat, dan minat publik yang kian tinggi.
“Kripto tidak lagi berada di pinggiran,” ujar juru bicara ApeX Protocol.
“Ini mulai menjadi bagian dari bagaimana negara-negara mendefinisikan masa depan finansial mereka... bukan hanya sebagai instrumen investasi, melainkan juga cerminan keterlibatan masyarakat dengan teknologi, uang, dan kepercayaan di era digital.”
Baca Juga: Prediksi Puncak Harga Bitcoin Menggunakan 5 Indikator
Chainalysis: AS Geser India di Peta Adopsi Kripto
Dalam laporan terpisah, Chainalysis melaporkan bahwa Amerika Serikat naik ke posisi kedua dalam 2025 Global Crypto Adoption Index, didorong derasnya arus masuk dana ke ETF Bitcoin spot dan kejelasan regulasi.
India tetap berada di posisi teratas untuk tahun ketiga berturut-turut, membantu kawasan Asia-Pasifik mencatat pertumbuhan tahunan 69% dalam nilai transaksi kripto.
Pakistan, Vietnam, dan Brasil juga masuk lima besar, sementara Nigeria turun ke posisi keenam meski menunjukkan kemajuan regulasi.