Sumber: Channel News Asia | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pemerintah Amerika Serikat (AS) telah menyita lebih dari US$14 miliar (sekitar Rp224 triliun) dalam bentuk bitcoin dan mendakwa pendiri sebuah konglomerat asal Kamboja dalam kasus penipuan kripto berskala besar.
Melansir Channelnewsasia Rabu (15/10/2025), Chen Zhi, Ketua Prince Holding Group dituduh memimpin jaringan penipuan investasi yang memanfaatkan buruh paksa untuk menipu para korban di seluruh dunia.
Jaksa penuntut menuding Chen dan kaki tangannya menggunakan hasil kejahatan tersebut untuk membeli yacht, jet pribadi, jam tangan mewah, hingga lukisan Picasso.
Baca Juga: ADB Beri Pinjaman US$ 500 Juta ke Indonesia, Dorong Ekonomi Hijau dan Perdagangan
Dalam dakwaan yang dibuka pada Selasa (14/10), Kejaksaan Federal Brooklyn menjerat Chen dengan konspirasi penipuan wire fraud dan pencucian uang.
Pada saat yang sama, otoritas AS dan Inggris juga menjatuhkan sanksi terhadap Prince Holding Group, yang dinyatakan sebagai organisasi kriminal transnasional oleh Departemen Keuangan AS.
Chen, 38 tahun, disebut telah mengizinkan tindak kekerasan terhadap para pekerja, menyuap pejabat asing, dan menggunakan bisnis lain seperti perjudian daring dan penambangan kripto untuk mencuci uang hasil kejahatan.
“Chen adalah dalang di balik kerajaan kejahatan siber berskala global,” kata Asisten Jaksa Agung AS, John Eisenberg.
Sementara Jaksa AS Joseph Nocella menyebutnya sebagai “salah satu operasi penipuan investasi terbesar dalam sejarah.”
Menurut jaksa, Chen bahkan sempat membual bahwa skema yang dijalankannya dikenal sebagai “pig butchering scam” menghasilkan US$30 juta per hari.
Baca Juga: Apakah Donald Trump Benar-Benar Memiliki US$870 Juta dalam Bentuk Bitcoin?
Skema Kripto dan Buruh Paksa di Asia Tenggara
Departemen Keuangan AS mencatat, warga Amerika kehilangan lebih dari US$10 miliar akibat skema penipuan siber yang berbasis di Asia Tenggara pada tahun lalu meningkat 66% dibandingkan 2023.
Dalam laporan itu, Prince Holding Group disebut sebagai “pemain dominan” dalam ekosistem kejahatan siber tersebut.
Chen, yang juga dikenal dengan nama Vincent, kini masih buron. Jika terbukti bersalah, ia terancam hukuman hingga 40 tahun penjara.
AS berencana menggunakan 127.271 bitcoin yang disita untuk mengganti kerugian para korban, tergantung izin pengadilan.
Seorang ahli kejahatan lintas negara dari Universitas Harvard, Jacob Daniel Sims, menyebut Prince Holding Group sebagai “bagian penting dari infrastruktur yang memungkinkan industri penipuan global berkembang,” dengan Chen sebagai “pilar utama ekonomi kriminal yang terkait dengan rezim Kamboja.”
Chen diketahui memiliki hubungan dekat dengan elite politik Kamboja, termasuk Perdana Menteri Hun Manet dan ayahnya, mantan PM Hun Sen.
Ia bahkan menerima gelar kehormatan “neak oknha”, yang setara dengan gelar bangsawan di Inggris.
“Indictment ini memang tidak langsung membongkar seluruh jaringan, tapi mengubah kalkulasi risiko,” ujar Sims.
“Sekarang setiap bank global, perusahaan properti, dan investor akan berpikir dua kali sebelum menyentuh uang para elite Kamboja.”
Baca Juga: Tiga Alasan Reli Bitcoin Menuju US$125.000 Bisa Tertunda
Kamp Buruh dan Kekerasan
Menurut dakwaan, Prince Holding Group membangun setidaknya 10 kompleks tertutup di Kamboja.
Di sana, para pekerja kebanyakan migran ditahan dan dipaksa bekerja untuk mengoperasikan ribuan akun media sosial palsu, menjalin hubungan dengan calon korban, dan membujuk mereka menginvestasikan uang dalam aset kripto palsu.
Uang hasil penipuan kemudian dialirkan ke berbagai anak usaha dan perusahaan cangkang, digunakan untuk membeli barang mewah seperti jam Rolex, properti, hingga karya seni langka. Salah satu korban dilaporkan kehilangan lebih dari US$400.000.
Kompleks-kompleks tersebut beroperasi seperti kamp kerja paksa, dikelilingi tembok tinggi dan kawat berduri, dilengkapi pusat panggilan otomatis dengan ratusan ponsel yang mengendalikan puluhan ribu akun media sosial palsu.
Salah satu lokasi disebut terkait dengan Hotel Jinbei Casino, sedangkan lainnya dikenal sebagai Golden Fortune.
Departemen Keuangan AS juga merilis foto-foto yang menunjukkan kekerasan terhadap pekerja: seseorang dengan luka parah di wajah, puluhan orang duduk di tanah dengan tangan terikat, dan seorang pria dengan bekas cambukan di tubuhnya.
Chen disebut menyetujui setidaknya satu pemukulan, namun memerintahkan agar korban tidak “dipukuli sampai mati”. Beberapa saksi melaporkan melihat pekerja yang kabur dari Golden Fortune “dipukuli hingga nyaris tewas”.
Baca Juga: Bukan Pertama Kalinya Bitcoin Anjlok Tajam, Ini Deretan Crash yang Mengguncang Pasar
Fenomena Regional
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan, pada 2023 terdapat sekitar 100.000 orang yang dipaksa menjalankan operasi penipuan daring di Kamboja, 120.000 di Myanmar, serta puluhan ribu lainnya di Thailand, Laos, dan Filipina.
“Tindakan ini tidak akan mengakhiri ekonomi penipuan dalam semalam,” kata Sims.
“Namun langkah ini mengurangi suplai oksigen mereka dan memberi pesan tegas bahwa menjadikan kejahatan elite sebagai strategi politik adalah pedang bermata dua.”