Sumber: Investopedia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - SoftBank resmi keluar dari saham Nvidia — tapi tidak dari bisnis kecerdasan buatan (AI).
Mengutip Investopedia, perusahaan asal Jepang itu dalam pernyataannya Selasa (11/11/2025) mengatakan telah menjual seluruh 32,1 juta saham Nvidia (NVDA) pada Oktober lalu, dengan total nilai US$ 5,83 miliar.
Harga rata-rata penjualan saham tersebut sedikit di bawah US$ 182 per saham, lebih rendah dari harga penutupan Nvidia pada Senin yakni US$ 199,05 per saham.
Selain itu, SoftBank juga melaporkan telah meraup US$ 9,17 miliar dari penjualan saham T-Mobile (TMUS) antara Juni hingga September.
Saham Nvidia sempat mencetak rekor tertingginya di level US$ 212 pada akhir Oktober. Namun, belakangan investor mulai menunjukkan sikap hati-hati terhadap valuasi tinggi dan keberlanjutan euforia AI. Hal ini tampak dari pergerakan saham pada Selasa (11/11/2025) kemarin — saham Nvidia anjlok lebih dari 3% pada perdagangan tengah hari, lebih dalam dibanding pasar secara umum.
Meski begitu, SoftBank tidak mundur dari sektor AI.
Awal tahun ini, perusahaan tersebut menggelontorkan miliaran dolar ke OpenAI, menjadikan pemilik ChatGPT itu sebagai startup paling bernilai di dunia.
Bahkan, bulan lalu SoftBank berkomitmen menambah investasi lebih dari US$ 22 miliar untuk mendukung OpenAI.
Baca Juga: Nvidia Tegaskan Belum Ada Rencana Jual Chip AI Canggih Blackwell ke China
Mengapa Ini Penting bagi Investor
Langkah SoftBank menjadi pengingat bahwa membaca arah tren AI bukan perkara mudah.
Sekilas, penjualan saham Nvidia bisa dianggap sebagai sinyal negatif terhadap sektor chip dan AI, tetapi nyatanya langkah itu dilakukan untuk mengalihkan modal ke investasi baru di OpenAI.
Chief Financial Officer SoftBank, Yoshimitsu Goto, mengatakan kepada The Wall Street Journal:
“Kami sedang melakukan investasi besar di OpenAI. Untuk itu, kami perlu memanfaatkan sebagian aset yang kami miliki untuk mendapatkan dana.”
Dengan kata lain, SoftBank menjual saham Nvidia bukan karena kehilangan kepercayaan, melainkan untuk memutar portofolionya menuju potensi keuntungan jangka panjang di sektor AI generatif.
Sementara itu, investor pasar modal kini berada dalam posisi sulit. Kekhawatiran akan valuasi berlebihan saham AI terus menekan harga, sementara sebagian analis bahkan mulai menyarankan untuk menjual saham perusahaan besar (hyperscaler) yang belakangan menjadi penggerak utama pasar.
Istilah “gelembung AI” kini kembali ramai dibicarakan di Wall Street.
Tonton: Bos Nvidia Yakin China Akan Kalahkan AS dalam Perlombaan AI
Meski begitu, minat terhadap saham teknologi pendukung AI tetap kuat.
Saham-saham penyimpanan data dan memori sempat menguat pekan ini, menunjukkan investor masih mencari peluang baru di rantai pasok ekosistem AI.
Menurut analisis Bank of America, lebih dari tiga perempat manajer dana aktif masih memegang saham Nvidia hingga Oktober — menandakan keyakinan terhadap peran pentingnya dalam ekonomi AI global.
Kesimpulan
SoftBank menjual seluruh saham Nvidia senilai US$ 5,83 miliar bukan sebagai tanda menjauh dari sektor AI, melainkan strategi rotasi investasi untuk mendanai komitmennya ke OpenAI senilai lebih dari US$ 22 miliar. Langkah ini mencerminkan keyakinan bahwa pertumbuhan terbesar justru akan datang dari lapisan aplikasi dan infrastruktur AI, bukan semata dari produsen chip. Meski aksi jual menekan harga saham Nvidia, investor tetap melihat sektor AI sebagai pendorong utama inovasi dan nilai jangka panjang.













