Reporter: Herlina KD | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - HANOI. Setelah memproklamasikan keberhasilan dalam penanggulangan virus corona, Vietnam memposisikan dirinya sebagai tempat yang aman untuk berbisnis, memanfaatkan permintaan dari produsen internasional yang ingin mendiversifikasi rantai pasokan dari China.
Mengutip Reuters, Jumat (8/5), Vietnam melaporkan 288 kasus positif corona, dengan tingkat kematian nol. Menempatkannya sebagai negara di Asia Tenggara yang bisa menghidupkan kembali ekonominya lebih cepat dari negara Asia lainnya, menurut para ahli kesehatan masyarakat yang diwawancarai Reuters.
"Mengingat responsnya yang cepat terhadap virus, kami berharap investasi asing akan masuk ke Vietnam setelah pandemi," kata Kizuna Joint Development Corp, yang membangun pabrik siap pakai di Vietnam kepada Reuters dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Strategi Vietnam dalam menangani Covid-19 bikin pakar kesehatan kagum
Perusahaan yang memiliki basis klien yang sebagian besar terdiri dari investor Jepang dan Korea mengatakan pihaknya mempercepat untuk menyelesaikan pabrik seluas 100.000 meter persegi di Vietnam selatan untuk mengantisipasi peningkatan permintaan pasca pandemi.
"Ruang pabrik akan siap pada Juli," kata Kizuna.
Konsultan yang membantu perusahaan asing pindah secara internasional mengatakan keberhasilan Vietnam dalam menangani pandemi telah meningkatkan kepercayaan investor asing kepada negara itu.
"Ada perasaan dai banyak diskusi saya bahwa Vietnam, akan muncul lebih tinggi dalam radar investor, dibanding banyak negara lain di dunia," kata Michael Sieburg, mitra di firma konsultan yang berfokus di Asia YCP Solidiance.
Kementerian perencanaan dan investasi Vietnam mengatakan negara itu berada dalam posisi yang baik untuk membantu produsen mencari basis produksi baru.
"Peluang-peluang ini akan mencakup pengalihan investasi, khususnya oleh kelompok multinasional besar yang ingin mendiversifikasi rantai pasokan mereka ke wilayah lain, termasuk Asia Tenggara," kata Wakil menteri Tran Quoc Phuong dalam pernyataan di situs web pemerintah.
"Vietnam adalah salah satu tujuan utama."
Kini sudah terjadi pergeseran. Sebelum pandemi, banyak bisnis berbasis di China yang berusaha pindah karena kenaikan biaya tenaga kerja dan kejatuhan perang dagang AS-China telah mengamati Vietnam.
Portofolio transaksi perdagangan Hanoi yang terus berkembang, seperti kesepakatan perdagangan bebas Vietnam-Uni Eropa (EVFTA) juga mendorong investasi.
Baca Juga: Usai Corona, Cina Diprediksi Tetap Jadi Pemasok Utama Global
Tetapi langkah-langkah tersebut menghancurkan bisnis dan berarti tidak mudah bagi perusahaan untuk berkembang dengan cepat.
"Pemerintah sedang berhati-hati, sehingga meskipun bayak asap, tidak ada banyak kebakaran karena tetap sulit bagi orang untuk datang dan menandatangani perjanjian atau mengunjungi fasilitas," kata Samuel Pursch dari Virens & Partners.
Menurut survei pemerintah, 85,7% dari 126.565 perusahaan yang disurvei Vietnam mengatakan mereka terkena dampak negatif pandemi, terutama mereka yang beroperasi di sektor penerbangan, pariwisata, makanan dan pendidikan paling terpengaruh.
Data dari Kantor Statistik Umum (GSO) menyebut investasi asing di Vietnam turun 15,5% dalam empat bulan pertama tahun ini menjadi US$ 12,3 miliar, setelah tumbuh selama lima tahun.
Kementerian luar negeri Vietnam tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang investasi asing segera setelah pandemi.
Namun, Vietnam menargetkan pertumbuhan PDB tahunan di atas 5% tahun ini, merupakan target pertumbuhan ekonomi yang cukup fantastis di tengah resesi ekonomi global.
Fred Burke, mitra pelaksana di firma hukum internasional Baker McKenzie, mengatakan respons pandemi telah meyakinkan bisnis yang berbasis di negara itu, yang akan membantu pemulihan ekonomi.
Baca Juga: Jumlah korban meninggal di AS akibat corona melampaui korban Perang Vietnam
"Vietnam telah menghasilkan niat baik yang substansial," kata Burke.
“Dahulu kala, dalam menghadapi epidemi seperti itu, ekspatriat akan kembali ke rumah mereka di Amerika Utara atau Eropa, dan bahkan Asia Timur Laut, tetapi kali ini, dengan tingkat kematian yang tinggi di wilayah tersebut, orang merasa aman atau bahkan lebih aman di sini.”.