Sumber: Channel News Asia,Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - TAIPEI. Kembalinya Afghanistan ke Pemerintahan Taliban setelah penarikan pasukan AS menunjukkan, Taiwan perlu "lebih kuat dan lebih bersatu" dalam memastikan pertahanannya sendiri, Presiden Tsai Ing-wen mengatakan pada Rabu (18 Agustus).
Sebanyak 23 juta penduduk Taiwan saat ini hidup di bawah ancaman invasi konstan dari China, yang memandang pulau itu sebagai wilayahnya dan telah bersumpah untuk merebutnya suatu hari nanti.
Amerika Serikat (AS) tetap menjadi sekutu tidak resmi terpenting Taiwan, dan terikat oleh tindakan Kongres untuk menjual persenjataan pertahanannya.
Namun, kejatuhan Pemerintah Afghanistan setelah penarikan pasukan AS dan pelarian Presidennya telah memicu diskusi di Taiwan tentang apa yang akan terjadi jika terjadi invasi China, dan apakah Amerika Serikat akan membantu mempertahankan pulau itu.
Tsai membahas kekhawatiran itu secara langsung dalam sebuah posting di Facebook pada Rabu. "Perubahan baru-baru ini dalam situasi di Afghanistan telah menyebabkan banyak diskusi di Taiwan," tulisnya, seperti dikutip Channel News Asia.
Baca Juga: Bikin panas, China gelar latihan serangan gabungan di dekat Taiwan
"Saya ingin memberi tahu semua orang, bahwa satu-satunya pilihan Taiwan adalah membuat diri kita lebih kuat, lebih bersatu, dan lebih tegas dalam tekad kita untuk melindungi diri kita sendiri," kata dia.
Tsai menekankan, Taiwan harus mempraktikkan kemandirian. "Ini bukan pilihan bagi kami untuk tidak melakukan apa-apa sendiri dan hanya mengandalkan perlindungan orang lain," ujarnya dalam unggahan di Facebook.
Dia juga mengatakan, Taipei tidak bisa mengandalkan "niat baik sesaat atau amal dari mereka yang tidak akan meninggalkan penggunaan kekuatan terhadap Taiwan" dalam referensi yang jelas ke Beijing.
Taiwan tidak akan runtuh jika terjadi serangan
China telah meningkatkan tekanan militer, diplomatik, dan ekonomi sejak Tsai menjadi Presiden Taiwan pada 2016. Sebab, Tsai memandang Taiwan sebagai negara yang "sudah merdeka" dan bukan bagian dari "satu China".
Media Pemerintah Beijing senang dengan penarikan AS dari Afghanistan, menerbitkan serangkaian editorial berapi-api yang memprediksikan Washington tidak akan datang membantu Taiwan pada saat dibutuhkan.
Baca Juga: Picu kecaman China, AS siap jual sistem artileri howitzer ke Taiwan
Hanya, analis memperingatkan, Afghanistan dan Taiwan bukanlah perbandingan yang mudah.
"(Taiwan) adalah kepentingan inti bagi AS karena ia adalah demokrasi yang berfungsi dengan baik, sekutu setia, (dengan) militer yang cakap dan secara langsung menentang pesaing terpenting Amerika," kata Robert Kelly, pakar hubungan internasional di Pusan Universitas Nasional, di Twitter.
"Afghanistan berada di pinggiran kepentingan AS. Analog yang lebih baik (Taiwan) adalah Israel," sebutnya, seperti dilansir Channel News Asia.
Sementara Perdana Menteri Su Tseng-chang menegaskan pada Selasa (17 Agustus), Taiwan tidak akan runtuh seperti Afghanistan jika terjadi serangan.
Dia sekaligus memberikan peringatan tidak langsung kepada China untuk tidak "tertipu" dengan berpikir bisa mengambil Taiwan.
Baca Juga: Pesawat militer AS mendarat di Taiwan, China gelar latihan pendaratan amfibi
Ditanya, apakah Presiden atau Perdana Menteri akan melarikan diri jika "musuh berada di gerbang" seperti di Afghanistan, Su menyatakan, orang tidak takut ditangkap atau mati ketika Taiwan di bawah kediktaktoran.
"Saat ini, ada negara kuat yang ingin mencaplok Taiwan dengan kekerasan, dan kami juga tidak takut dibunuh atau dipenjara," katanya, seperti dikutip Reuters.
"Kita harus menjaga negara ini dan tanah ini, dan tidak seperti orang-orang tertentu yang selalu membicarakan gengsi musuh dan merendahkan tekad kita," ujar dia.
Apa yang terjadi di Afghanistan menunjukkan, jika suatu negara berada dalam kekacauan internal, tidak ada bantuan dari luar yang akan membuat perbedaan, dan orang Taiwan harus percaya pada tanah airnya dan mereka bisa mempertahankannya, Su menambahkan.
"Kami juga memberi tahu pasukan asing yang ingin menyerang dan merebut Taiwan, jangan tertipu," kata Su, yang merujuk kepada China.