kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.929.000   -4.000   -0,21%
  • USD/IDR 16.275   -99,00   -0,60%
  • IDX 7.940   80,72   1,03%
  • KOMPAS100 1.115   11,33   1,03%
  • LQ45 830   7,89   0,96%
  • ISSI 266   1,43   0,54%
  • IDX30 429   3,97   0,93%
  • IDXHIDIV20 498   4,43   0,90%
  • IDX80 125   1,25   1,01%
  • IDXV30 133   2,04   1,55%
  • IDXQ30 139   1,57   1,14%

Tekanan Politik Trump terhadap The Fed Bikin Bank Sentral Dunia Cemas


Senin, 25 Agustus 2025 / 13:34 WIB
Tekanan Politik Trump terhadap The Fed Bikin Bank Sentral Dunia Cemas
ILUSTRASI. Sejumlah bankir sentral dunia menyuarakan kekhawatiran bahwa badai politik yang melanda Federal Reserve (The Fed) bisa menular ke lembaga mereka.. REUTERS/Kevin Lamarque/File Photo


Sumber: Reuters | Editor: Handoyo

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bankir sentral dunia yang berkumpul di Jackson Hole, Wyoming, akhir pekan lalu, menyuarakan kekhawatiran bahwa badai politik yang melanda Federal Reserve (The Fed) bisa menular ke lembaga mereka.

Tekanan Presiden AS Donald Trump untuk membentuk The Fed sesuai keinginannya—termasuk mendesak penurunan suku bunga—memunculkan pertanyaan besar tentang masa depan independensi bank sentral paling berpengaruh di dunia itu.

Trump, yang frustrasi dengan perlindungan hukum terhadap pimpinan The Fed serta masa jabatan panjang Dewan Gubernur, terus menekan Ketua The Fed Jerome Powell agar mengundurkan diri. Ia juga berupaya menyingkirkan Gubernur Lisa Cook.

Dampak Global Jika The Fed Kehilangan Independensi

Menurut para pembuat kebijakan moneter Eropa dan Asia, jika The Fed sampai menyerah pada tekanan politik atau Trump menemukan celah hukum untuk memberhentikan anggotanya, maka hal itu akan menciptakan preseden berbahaya.

Baca Juga: Harga Emas dan Perak Tertekan Kebijakan The Fed, Investor Menunggu Kepastian

Norma independensi moneter yang telah berlaku di Eropa, Jepang, dan negara lain bisa terancam, membuka jalan bagi intervensi politik dalam kebijakan suku bunga maupun inflasi.

Olli Rehn, anggota Dewan Kebijakan European Central Bank (ECB) asal Finlandia, menegaskan bahwa serangan politik terhadap The Fed menimbulkan “efek spiritual” ke seluruh dunia.

Karena itu, para bankir sentral Eropa memberi dukungan penuh kepada Powell untuk tetap bertahan, meski ia memberi sinyal kemungkinan pemangkasan suku bunga pada September. Powell bahkan disambut standing ovation saat berpidato di simposium Jackson Hole.

Risiko bagi Stabilitas Keuangan

Para bankir sentral global menilai hilangnya independensi The Fed akan menjadi ancaman langsung terhadap stabilitas ekonomi dunia. Investor kemungkinan menuntut premi lebih tinggi untuk membeli obligasi AS, sekaligus mempertanyakan status US Treasury sebagai aset paling aman di sistem keuangan global.

Beberapa bank sentral bahkan telah meminta bank-bank di bawah pengawasannya untuk memantau eksposur terhadap dolar AS sebagai langkah antisipasi.

Situasi ini dianggap bisa mengakhiri rezim stabilitas harga yang dimulai sejak era Ketua The Fed Paul Volcker 40 tahun lalu, ketika ia berhasil menaklukkan inflasi tinggi. Model independensi The Fed sejak saat itu telah menjadi panutan banyak bank sentral dunia.

Baca Juga: Dolar AS Sulit Bangkit, Sentimen Pasar Didikte Sinyal Dovish The Fed

Presiden Bundesbank, Joachim Nagel, menegaskan: “Independensi adalah conditio sine qua non bagi stabilitas harga. Kita harus terus menunjukkan bahwa mandat ini dijalankan secara profesional dan bebas dari tekanan politik.”

Politicization of Central Banks

Meski pasar sejauh ini belum menunjukkan gejolak besar—pasar saham AS masih menguat dan imbal hasil obligasi relatif stabil—kekhawatiran tetap ada. Trump baru bisa menunjuk Ketua baru The Fed ketika masa jabatan Powell berakhir pada Mei 2026, dan ia membutuhkan lebih banyak kekosongan kursi Dewan Gubernur untuk bisa menguasai mayoritas suara.

Namun, relasi buruk Trump dengan The Fed sudah cukup membuat bank sentral lain sadar bahwa independensi mereka rapuh. Bahkan ECB, meski secara hukum dilindungi oleh perjanjian Uni Eropa, sering mendapat tekanan politik. Dari Italia hingga Jerman, bank sentral pernah dituduh terlalu berpihak pada pemerintah lewat kebijakan pembelian obligasi.

Di Asia, Jepang menjadi contoh paling jelas. Perdana Menteri Shinzo Abe pernah mengkritik Gubernur Bank of Japan (BOJ) Masaaki Shirakawa karena gagal melawan deflasi, lalu menunjuk Haruhiko Kuroda pada 2013.

Baca Juga: Ekspektasi Pemangkasan Bunga The Fed Meningkat Dongkrak Harga Emas

Di bawah Kuroda, BOJ meluncurkan stimulus besar-besaran yang membuatnya menjadi kreditur utama pemerintah Jepang sendiri—sebuah langkah yang menimbulkan perdebatan di kalangan bankir sentral global.

Risiko Menjadi Contoh Buruk

Kini, Trump secara terbuka mengatakan tidak sabar menunggu berakhirnya masa jabatan Powell, bahkan telah memulai proses mencari pengganti. Langkah ini, menurut seorang sumber di BOJ, mirip dengan strategi Abe satu dekade lalu.

Maury Obstfeld, mantan Kepala Ekonom IMF, memperingatkan: “Menguasai The Fed akan menjadi contoh yang sangat buruk bagi pemerintah lain. Jika hal ini bisa terjadi di Amerika Serikat—yang selama ini dianggap benteng institusi hukum dan demokrasi—maka negara lain akan semakin mudah menjadi sasaran intervensi politik.”

Selanjutnya: Pengendali Jual 10 Juta Saham Hassana Boga Sejahtera (NAYZ) Senilai Rp 400 Juta

Menarik Dibaca: Apa Saja Kelebihan Xiaomi 14 Ultra? Layar Super AMOLED sampai Kamera Leica




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×