Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - HONG KONG. Beijing telah mengeraskan retorikanya terhadap Taiwan dengan menghapus referensi untuk reunifikasi damai. Para pengamat mengatakan perubahan itu mencerminkan sikap yang lebih kuat yang akan diambil Beijing dalam menangani masalah Taiwan yang dianggap sebagai salah satu kepentingan nasional utamanya.
Dilansir dari South China Morning Post, enam laporan kerja terakhir sejak Presiden Xi Jinping mengambil alih kekuasaan pada tahun 2013 menekankan penyatuan kembali secara damai dan konsensus 1992 - di mana kedua belah pihak secara diam-diam sepakat hanya ada satu China, tetapi memiliki interpretasi yang berbeda tentang apa artinya sistem tersebut.
Baca Juga: Cari bacaan sambil mengisolasi diri? Ini lima buku rekomendasi dari Bill Gates
Tetapi laporan terbaru dari Perdana Menteri China Li Keqiang mengambil nada yang berbeda. "Kami akan mematuhi prinsip-prinsip utama dan kebijakan tentang pekerjaan yang terkait dengan Taiwan dan dengan tegas menentang dan menghalangi setiap kegiatan separatis yang mencari kemerdekaan Taiwan," kata Li.
"Kami akan meningkatkan pengaturan kelembagaan, kebijakan, dan langkah-langkah untuk mendorong pertukaran dan kerja sama antara kedua sisi Selat Taiwan, pengembangan terintegrasi lintas selat lebih lanjut, dan melindungi kesejahteraan rekan-rekan kami di Taiwan," tulis laporan itu.
“Kami akan mendorong mereka untuk bergabung dengan kami dalam menentang kemerdekaan Taiwan dan mempromosikan reunifikasi Tiongkok," lanjutnya.
"Dengan upaya ini, kita pasti dapat menciptakan masa depan yang indah untuk peremajaan bangsa China," katanya.
Baca Juga: AS sebut rencana China membuat UU keamanan Hong Kong sebagai lonceng kematian
Namun frasa kata 'damai' hilang dari laporan tersebut.
Konsensus 1992 sendiri memungkinkan kelonggaran bagi kedua pihak untuk menegosiasikan kesepakatan, tetapi Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengatakan pulau itu tidak akan pernah menerimanya sebagai dasar untuk hubungan lintas selat.
Tang Shao-cheng, seorang spesialis hubungan internasional di National Chengchi University Taiwan, mengatakan perubahan kata-kata dan nada dari bagian laporan kerja tersebut dapat dilihat sebagai peringatan bagi Partai Progresif Demokratik yang berpihak pada kemerdekaan.
"Tidak menyebutkan 'perdamaian' menyarankan Beijing mempertimbangkan penyatuan baik dengan cara damai maupun dengan kekerasan," kata Tang.
Baca Juga: Panas, Rusia dan AS saling tuduh telah melanggar perjanjian mata-mata Open Skies
Sementara Derek Grossman, seorang analis dari think tank yang berbasis di AS Rand Corporation, mengatakan Beijing akan terus memberikan tekanan pada pulau itu menggunakan cara diplomatik, militer, ekonomi dan psikologis.
"Beijing akan terus mengirim pesawat militer di dekat pulau dan dapat memutuskan untuk mengakhiri Perjanjian Kerangka Kerja Sama Ekonomi yang tetap aktif terlepas dari pemilihan Tsai pada 2016. Beijing dapat mencuri satu atau lebih mitra diplomatik dari Taipei. Saya melihat tindakan seperti ini akan terjadi,” kata Grossman.