Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Human Rights Watch (HRW) pada hari Jumat (30/6) mengatakan bahwa mereka telah menemukan bukti baru yang memperkuat dugaan adanya penggunaan jenis ranjau darat terlarang oleh tentara Ukraina selama perang.
HRW mengatakan telah berbagi temuannya dengan pemerintah Ukraina dalam surat bulan Mei lalu, namun tidak mendapatkan tanggapan.
Kelompok tersebut meminta pemerintah Ukraina untuk menindaklanjuti komitmen mereka awal bulan ini untuk tidak menggunakan senjata semacam itu, serta berperan aktif menyelidiki dugaan penggunaannya.
"Janji pemerintah Ukraina untuk menyelidiki penggunaan ranjau anti-personel terlarang oleh militernya adalah pengakuan penting atas tugasnya untuk melindungi warga sipil," kata Steve Goose, direktur HRW untuk urusan persenjataan, dikutip Reuters.
Baca Juga: Bos Wagner Sesali para Pejuangnya yang Harus Membunuh Prajurit Rusia
Ukraina pada tahun 2005 meratifikasi perjanjian internasional tahun 1997 yang melarang ranjau semacam itu dan mengamanatkan penghancuran stok senjata tersebut.
Jenis ranjau yang digunakan merupakan ranjau anti-personel. Ranjau ini akan aktif jika merespons sentuhan atau kehadiran objek. Ledakannya mampu membunuh target acak yang mendekat.
Ranjau jenis ini ditanam di tanah secara benar-benar tersembunyi. Di beberapa medan perang, ranjau ini ditemukan masih tertanam dalam kondisi aktif bahkan puluhan tahun setelah perang berakhir.
Akibatnya, banyak masyarakat sipil yang menjadi korban dari ledakan ranjau yang tersembunyi selama bertahun-tahun tersebut.
Baca Juga: Banyak Tanda Kejahatan Perang, Presiden Ukraina Pertanyakan Peran Dewan Keamanan PBB
Di Ukraina, HRW menemukan bahwa tentara Ukraina menembakkan roket yang menyebarkan ribuan ranjau PMF-1 di daerah yang diduduki Rusia di dalam dan sekitar kota timur Izium antara April dan September 2022.
Roket itu masing-masing menembakkan 312 ranjau anti-personel PFM-1 dengan sasaran yang sangat acak.
Tidak hanya Ukraina, tentara Rusia juga dilaporkan telah menggunakan ranjau jenis itu. Namun, Rusia bisa bebas dari sanksi karena Moskow belum meratifikasi perjanjian yang melarang penggunaan ranjau tersebut.
Sejak invasi Rusia pada Februari 2022, HRW telah menerbitkan empat laporan yang mendokumentasikan penggunaan 13 jenis ranjau anti-personel oleh pasukan Rusia yang membunuh dan melukai warga sipil.