Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Thailand dilanda aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar dalam beberapa tahun terakhir. Reuters memberitakan, lebih dari 10.000 pengunjuk rasa Thailand meneriakkan yel-yel "jatuh dengan kediktatoran" dan "negara milik rakyat". Mereka berunjuk rasa di Bangkok pada hari Minggu (16/8/2020) dan sejauh ini merupakan aksi demonstrasi anti-pemerintah terbesar sejak kudeta 2014.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, ada pula seruan dari para siswa untuk mengekang kekuatan monarki serta tuntutan untuk kepergian mantan pemimpin junta Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, konstitusi baru dan diakhirinya pelecehan aktivis oposisi.
Masih mengutip Reuters, mahasiswa telah memimpin aksi protes hampir setiap hari selama sebulan terakhir. Akan tetapi, aksi demonstrasi pada hari Minggu kemarin menarik kerumunan yang lebih besar di negara Asia Tenggara itu. Thailand memang telah mengalami aksi protes selama beberapa dekade yang diselingi oleh kudeta militer.
Baca Juga: Laut China Selatan memanas, ASEAN berkomitemen terus jadi lokomotif bagi perdamaian
"Kami menginginkan pemilu baru dan parlemen baru dari rakyat," kata aktivis mahasiswa Patsalawalee Tanakitwiboonpon, 24 tahun, di hadapan pengunjuk rasa. “Terakhir, impian kami adalah memiliki monarki yang benar-benar di bawah konstitusi.”
Penyelenggara gerakan Rakyat Bebas dan polisi mengatakan, ada lebih dari 10.000 orang yang ikut terlibat dalam aksi protes itu.
Baca Juga: Genjot ekonomi, Thailand akan perluas hak panen tanaman ganja untuk medis
"Perdana menteri menyampaikan keprihatinannya kepada para pejabat dan pengunjuk rasa untuk menghindari kekerasan," jelas Traisulee Traisoranakul, juru bicara pemerintah, mengatakan kepada wartawan. Dia mengatakan Prayuth juga telah memerintahkan kabinet untuk mengambil langkah membangun pemahaman antar generasi.