Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Gubernur Federal Reserve Christopher Waller masih membuka peluang pemangkasan suku bunga acuan pada paruh kedua 2025, meskipun tekanan inflasi dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump kemungkinan meningkat dalam jangka pendek.
Berbicara di Seoul, Korea Selatan, Senin (2/6), Waller mengatakan bahwa efek inflasi dari kenaikan tarif impor tidak akan bersifat permanen, sehingga ia cenderung “membiarkan dampak tarif jangka pendek” saat menentukan arah suku bunga.
Baca Juga: Risalah The Fed: Inflasi dan Pengangguran Bisa Naik Bersamaan, Risiko Resesi Menguat
“Selama inflasi inti terus melandai menuju target 2% dan pasar tenaga kerja tetap solid, saya mendukung pemangkasan suku bunga sebagai kabar baik pada akhir tahun,” kata Waller.
Komentar ini muncul di tengah ketidakpastian besar terkait arah kebijakan perdagangan Trump.
Sang presiden kembali mengejutkan pasar dengan menggandakan tarif baja dan aluminium menjadi 50%, serta membuka potensi lonjakan tarif barang-barang China dan otomotif.
Waller mengingatkan bahwa kenaikan tarif memang akan menimbulkan risiko inflasi dan pelemahan aktivitas ekonomi pada semester II-2025.
Namun, menurutnya, risiko kenaikan tarif dalam skala besar mulai mereda dan tidak akan serta-merta mengubah jalur inflasi jangka menengah.
“Tarif akan mengurangi belanja konsumen dan membuat bisnis menurunkan produksi serta memangkas tenaga kerja,” ujarnya.
Ia juga mengakui kekhawatiran pasar yang berkaca pada pengalaman inflasi pasca-pandemi, yang kala itu semula dianggap transitory namun ternyata persisten.
Baca Juga: Ekonom Citi Perkirakan The Fed Akan 4 Kali Pangkas Suku Bunga di 2025
Namun, kali ini, faktor struktural yang mendorong inflasi tinggi saat itu tidak lagi berlaku.
Waller juga menyoroti naiknya imbal hasil obligasi AS sebagai tanda kehati-hatian investor terhadap dolar dan meningkatnya utang pemerintah.
“Sekarang ini ada sikap ‘risk-off’ dari pembeli asing terhadap aset dolar, termasuk Treasury AS,” ujar Waller.