Sumber: Global News | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - TIMBUKTU. Penyebaran virus corona sudah dihambat dengan berbagai cara. Salah satu cara yang paling umum dilakukan adalah dengan menerapkan sistem lockdown dan pengurangan aktivitas secara berkelompok.
Sejak wabah ini menyebar, banyak negara yang menutup pintu masuk bagi turis asing yang hendak berkunjung. Bahkan warga negara sendiri yang hendak pulang ke kampung halaman pun terpaksa ditolak kedatangannya.
Negara-negara dengan arus keluar masuk manusia yang padat memang jadi daerah rawan penyebaran virus yang berasal dari China ini. Tapi sekarang, kota terpencil sekali pun mulai mendapat kunjungan dari virus corona. Timbuktu jadi salah satu korbannya.
Baca Juga: Disebut G4, inilah virus flu baru dengan potensi pandemi...
Timbuktu adalah sebuah kota kecil di Mali yang terletak di sekitar Gurun Sahara. Sampai saat ini belum ada penerbangan komersial langsung ke kota ini hingga sering disebut sebagai ujung Bumi.
Mengutip Global News, saat ini sudah ada lebih dari 500 kasus infeksi COVID-19 dengan 9 kematian. Angka tersebut membuat Timbuktu jadi salah satu kota dengan jumlah korban terbanyak di Mali.
Rumah sakit setempat sekarang mulai menyediakan tenda darurat yang mampu menampung 32 pasien COVID-19 sekaligus. Sayangnya alat ventilator tunggal masih juga belum tersedia.
Parahnya lagi, temperatur udara yang mencapai 45 erajat Celcius juga membuat para pasien dan tenaga kesehatan jadi semakin sulit menangani masalah ini. Harandane Toure, salah satu pasien yang berhasil sembuh sempat membagikan kisahnya kepada Global News.
"Di malam hari saya tidak bisa tidur, saya merasa ada batu yang sangat berat meninpa dadaku. Saya hampir tidak bisa bernapas," ungkapnya.
Toure juga mengaku sempat putus asa dan berpikir lebih baik mati daripada mengalami penderitaan yang begitu berat seperti ini. Beruntung nyawanya masih bisa diselamatkan.
Virus corona pertama kali ditemukan di Timbuktu pada bulan April lalu. Padahal arus keluar masuk warga terbilang sangat jarang terjadi. Hanya ada beberapa bus dalam seminggu yang datang dan pergi. Jarak Timbuktu dari ibukota Bamako juga sangat jauh, yakni 1.000 km.
Masuknya virus ini ke Timbuktu membuat banyak pihak heran. Apalagi setelah melihat fakta bahwa kota ini sangat jarang dikunjungi penduduk dari luar. Warga setenpat juga terbilang jarang pergi ke wilayah lain.
Hal ini membuktikan kalau virus corona bisa dengan mudah menyebar meski lewat celah yang sangat sempit sekalipun. Sekarang Timbuktu masih terus berjuang melawan serangan COVID-19 di tengah keterbatasan sumber daya yang ada.