Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - SISAKET/WASHINGTON. Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ikut turun tangan menangani perang Thailand versus Kamboja.
Trump mengatakan, para pemimpin Kamboja dan Thailand telah sepakat untuk segera bertemu guna segera menyelesaikan gencatan senjata. Trump berusaha menengahi perdamaian setelah tiga hari pertempuran di sepanjang perbatasan mereka.
Penjabat Perdana Menteri Thailand Phumtham Wechayachai berterima kasih kepada Trump dan mengatakan Thailand pada prinsipnya setuju untuk menerapkan gencatan senjata. Namun, Thailand ingin melihat niat tulus dari pihak Kamboja.
Phumtham menanggapi serangkaian unggahan media sosial Trump selama kunjungannya ke Skotlandia melalui sebuah unggahan Facebook. Trump mengatakan ia telah berbicara dengan Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dan Phumtham dan memperingatkan mereka bahwa ia tidak akan membuat kesepakatan perdagangan dengan keduanya jika konflik perbatasan berlanjut.
"Kedua pihak menginginkan Gencatan Senjata dan Perdamaian segera," tulis Trump seperti dikutip Reuters, Minggu (27/7/205).
Baca Juga: Sejarah Konflik Thailand-Kamboja yang Berlangsung Sejak Era Kolonial
Phumtham juga mengatakan ia telah meminta Trump untuk menyampaikan kepada pihak Kamboja bahwa Thailand ingin mengadakan dialog bilateral sesegera mungkin untuk menghasilkan langkah-langkah dan prosedur bagi gencatan senjata dan penyelesaian konflik secara damai.
Lebih dari 30 orang tewas dan lebih dari 130.000 orang mengungsi dalam pertempuran terburuk antara kedua negara tetangga di Asia Tenggara tersebut dalam 13 tahun.
Sebelum Trump berbicara dengan kedua pemimpin, bentrokan perbatasan Thailand-Kamboja berlanjut hingga hari ketiga dan titik api baru muncul ketika kedua belah pihak mengatakan mereka bertindak membela diri dalam perselisihan tersebut dan meminta pihak lain untuk menghentikan pertempuran dan memulai negosiasi.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres sangat prihatin dengan bentrokan tersebut dan mendesak kedua belah pihak untuk segera menyetujui gencatan senjata dan menyelesaikan masalah apa pun melalui dialog.
Wakil Juru Bicara PBB Farhan Haq dalam sebuah pernyataan mengatakan, Guterres mengecam hilangnya nyawa yang tragis dan tidak perlu dan tetap siap membantu dalam segala upaya menuju penyelesaian sengketa secara damai.
Trump tidak memberikan detail tentang negosiasi gencatan senjata yang menurutnya telah disepakati oleh Thailand dan Kamboja.
Konflik Lama
Terjadi bentrokan pada Sabtu pagi, menurut kedua belah pihak, di provinsi pesisir Thailand, Trat, dan Provinsi Pursat, Kamboja, sebuah front baru yang berjarak lebih dari 100 km (60 mil) dari titik-titik konflik lainnya di sepanjang perbatasan yang telah lama diperebutkan.
Kedua negara telah berhadapan sejak tewasnya seorang tentara Kamboja pada akhir Mei dalam sebuah pertempuran singkat. Pasukan di kedua sisi perbatasan diperkuat di tengah krisis diplomatik yang membawa pemerintahan koalisi Thailand yang rapuh ke ambang kehancuran.
Hingga Sabtu, Thailand menyebutkan, tujuh tentara dan 13 warga sipil tewas. Sementara Kamboja mengatakan lima tentara dan delapan warga sipil tewas.
Baca Juga: Konflik di Perbatasan Belum Usai, Thailand Tuduh Kamboja Hindari Berdialog
Keterlibatan langsung Trump menyusul seruan AS untuk menahan diri di kedua belah pihak. Trump mengatakan ia telah berbicara dengan masing-masing pemimpin dan saling menyampaikan pesan.
"Mereka telah sepakat untuk segera bertemu dan segera menyusun Gencatan Senjata dan, pada akhirnya, PERDAMAIAN!," tulis Trump, yang menyatakan bahwa kedua negara ingin kembali ke "Meja Perundingan."
Trump telah berupaya mencapai kesepakatan terpisah dengan puluhan negara paling lambat 1 Agustus sebagai tanggapan atas pengumumannya tentang tarif impor yang luas ke AS.
"Ketika semuanya selesai, dan perdamaian sudah di depan mata, saya berharap dapat menyelesaikan perjanjian perdagangan kita dengan keduanya!" kata Trump.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, ketua blok regional ASEAN, mengatakan ia akan terus mendorong proposal gencatan senjata. Kamboja telah mendukung rencana Anwar, sementara Thailand menyatakan setuju secara prinsip.
Rapat Dewan Keamanan
Duta Besar Thailand untuk PBB mengatakan dalam rapat Dewan Keamanan pada hari Jumat bahwa tentara telah terluka oleh ranjau darat yang baru ditanam di wilayah Thailand pada dua kesempatan sejak pertengahan Juli. Klaim ini yang dibantah keras Kamboja dan kemudian melancarkan serangan pada Kamis pagi.
Pada hari Sabtu, Kamboja menuduh Thailand melakukan "serangan militer yang disengaja, tanpa provokasi, dan melanggar hukum" dan mengatakan "persiapan militer menunjukkan niat Thailand untuk memperluas agresinya dan semakin melanggar kedaulatan Kamboja."
Panglima militer menyerukan masyarakat internasional untuk mengutuk "agresi" Thailand dan mencegah perluasan kegiatan militernya, sementara Bangkok mengatakan karena ingin menyelesaikan sengketa secara bilateral.
Baca Juga: Perbandingan Kekuatan Militer Thailand dan Kamboja, Siapa Lebih Perkasa?
Thailand dan Kamboja telah berselisih selama beberapa dekade mengenai titik-titik yang tidak dibatasi di sepanjang perbatasan darat mereka sepanjang 817 km (508 mil), dengan kepemilikan kuil Hindu kuno Ta Moan Thom dan Preah Vihear abad ke-11 menjadi inti perselisihan tersebut.
Preah Vihear diberikan kepada Kamboja oleh Mahkamah Internasional pada tahun 1962. Tetapi ketegangan meningkat pada tahun 2008 setelah Kamboja berupaya mendaftarkannya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, dan pertikaian selama beberapa tahun mengakibatkan setidaknya belasan kematian.
Kamboja mengatakan pada bulan Juni bahwa mereka telah meminta pengadilan untuk menyelesaikan perselisihannya dengan Thailand, yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah mengakui yurisdiksi pengadilan dan lebih memilih pendekatan bilateral.