Sumber: Business Insider | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Family Office kini menjadi tren di kalangan superkaya dunia. Laporan terbaru Julius Baer Family Barometer 2025 yang bekerja sama dengan PwC Switzerland menunjukkan, lembaga yang dulunya dianggap sekadar pusat administrasi kini menjelma menjadi pusat komando untuk menghadapi ketegangan geopolitik, risiko digital, dan transisi antargenerasi.
Secara sederhana, family office adalah perusahaan pribadi yang mengelola seluruh urusan keuangan keluarga kaya, mulai dari investasi, properti, pajak, filantropi, hingga pendidikan. Tujuannya, agar keluarga bisa mengatur kekayaannya layaknya mengelola sebuah bisnis.
Laporan yang disusun dari survei global terhadap 2.485 ahli keuangan, penasihat pajak, dan eksekutif family office di Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Amerika Latin ini menemukan bahwa keluarga terkaya dunia kini fokus menjaga modal serta membangun sistem agar kekuasaan dan kekayaan mereka bertahan hingga puluhan tahun ke depan.
Baca Juga: Family Office Jadi Pilar Kesepakatan Apindo-MEDEF, Targetkan Investasi Berkelanjutan
Saat ini, baru sekitar 40% keluarga superkaya di dunia yang memiliki family office, namun jumlahnya terus meningkat pesat, terutama di Asia. Singapura dan Hong Kong menjadi pusat pertumbuhannya.
Hanya dalam beberapa tahun, jumlah single-family office di Singapura melonjak sepuluh kali lipat hingga menembus lebih dari 2.000 unit pada akhir 2024.
Meski biaya dan kompleksitas pendirian family office tergolong tinggi, banyak keluarga mulai mencari jalan tengah. Mereka memilih model hibrida, sebagian urusan seperti filantropi, keamanan siber, atau kepatuhan hukum diserahkan ke pihak luar, sementara keputusan investasi dan tata kelola tetap dipegang keluarga.
“Pendirian family office sangat bergantung pada kondisi spesifik tiap keluarga, seperti besarnya kekayaan, kompleksitas urusan, dan kebutuhan anggota keluarga,” ujar María Eugenia Mosquera, Kepala Layanan Family Office Julius Baer.
Baca Juga: Luhut Ungkap Family Office Bakal Dibentuk Tahun 2025, Tapi Tunggu Keputusan Prabowo
Ia menekankan pentingnya penilaian yang menyeluruh dan objektif agar struktur yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan keluarga.
Untuk pertama kalinya, membangun warisan keluarga tercatat sebagai salah satu dari tiga prioritas utama kalangan elit dunia. Banyak keluarga kini menyusun konstitusi dan pernyataan misi yang merumuskan nilai-nilai dan tujuan jangka panjang agar bisa diwariskan lintas generasi.
Fenomena ini paling jelas terlihat di Asia, di mana generasi kedua dan ketiga pengusaha mulai mengubah family office menjadi lembaga bergaya institusi.
“Keluarga tidak lagi sekadar mengelola kekayaan, tetapi membangun platform yang mampu mendukung mereka lintas negara dan lintas generasi,” kata Christos Anagnostopoulos, Kepala Penasihat Family Office Julius Baer untuk Asia.
Laporan itu juga menunjukkan, pasar privat kini menjadi ladang utama investasi bagi para konglomerat dunia. Porsi investasi di pasar privat, seperti properti, ekuitas privat, modal ventura, infrastruktur, dan kredit privat, mencapai hingga 35% dari total portofolio mereka.
“Ini bukan jenis aset yang bisa dijual dengan sekali klik dan justru itu daya tariknya,” ujar Giuseppe De Filippo, Kepala Pasar Modal Privat Julius Baer.
Baca Juga: Luhut Pastikan Family Office Tak Bebani APBN, Investor Global Mulai Lirik Indonesia?
Menurutnya, bagi keluarga yang berpikir jangka panjang, sifat aset yang tidak likuid bukan kelemahan, melainkan keunggulan. “Mereka bisa menikmati illiquidity premium, imbal hasil tambahan dari investasi yang membutuhkan kesabaran dan keyakinan.”
Julius Baer menilai, seiring meningkatnya popularitas family office, perannya akan terus berevolusi. Dari yang awalnya sekadar urusan pembukuan, kini menjadi struktur kekuasaan baru di abad ke-21.
Kaum superkaya tidak lagi sekadar mengelola uang. Mereka mengelola waktu memastikan kekayaan, nilai, dan pengaruh mereka mampu bertahan menghadapi perubahan generasi maupun krisis global di masa depan.