kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.932.000   3.000   0,16%
  • USD/IDR 16.284   21,00   0,13%
  • IDX 7.931   3,92   0,05%
  • KOMPAS100 1.112   -1,53   -0,14%
  • LQ45 822   -6,77   -0,82%
  • ISSI 267   1,23   0,46%
  • IDX30 425   -3,82   -0,89%
  • IDXHIDIV20 493   -4,52   -0,91%
  • IDX80 124   -0,81   -0,65%
  • IDXV30 132   -0,74   -0,56%
  • IDXQ30 138   -1,40   -1,01%

Triliuner Termuda Lucy Guo Anggap Bekerja 12 Jam Sehari Termasuk Work-Life Balance


Selasa, 26 Agustus 2025 / 09:54 WIB
Triliuner Termuda Lucy Guo Anggap Bekerja 12 Jam Sehari Termasuk Work-Life Balance
ILUSTRASI. Generasi Z menyukai keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Namun, Lucy Guo, triliuner wanita termuda yang merintis usahanya sendiri, mengatakan generasi ini tidak akan membutuhkannya jika mereka menemukan pekerjaan yang mereka sukai.


Sumber: VnExpress International | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lucy Guo, salah satu pendiri Scale AI sekaligus triliuner termuda hasil usaha sendiri (self-made) di dunia, menilai bekerja dari pukul 09.00 hingga 21.00 tetap tergolong sebagai work-life balance.

Dalam wawancara dengan CNBC Make It, pengusaha berusia 30 tahun itu menegaskan bahwa jam kerja panjang tidak serta-merta menghilangkan waktu pribadi. 

“Bagi saya, bekerja dari pukul 9 pagi sampai 9 malam masih termasuk work-life balance. Setelah pukul 9 malam, Anda bisa makan malam bersama teman atau mengundang mereka ke acara potluck. Tidur dari pukul 9 malam sampai 9 pagi itu berlebihan,” ujarnya.

Baca Juga: 5 Tips Menerapkan Work Life Balance yang Baik Agar Terhindar dari Stres Berlebihan

Guo menambahkan, waktu antara pukul 21.00 hingga 02.00 bisa dimanfaatkan untuk bersosialisasi, sebelum tidur tujuh jam hingga pukul 09.00. “Tujuh jam tidur sudah lebih dari cukup,” katanya.

Rutinitas Guo bahkan kerap melampaui jam kerja normal. Ia mengaku sering bekerja hingga tengah malam, kemudian tetap meluangkan waktu bersama teman hingga dini hari, sebelum bangun pagi untuk berolahraga. 

“Genetik saya membuat saya tidak butuh tidur terlalu banyak. Terima kasih untuk ayah dan ibu,” ujarnya.

Meski demikian, ia tetap menyisihkan sebagian waktu pada akhir pekan untuk beristirahat. Biasanya, dari pukul 12.00 hingga 18.00 ia gunakan untuk bersosialisasi sebelum kembali bekerja.

Pandangan Guo sejalan dengan budaya kerja ketat di Silicon Valley yang kerap dibandingkan dengan pola kerja “996” di China — bekerja dari pukul 09.00 hingga 21.00 selama enam hari seminggu. 

Baca Juga: Malaysia Rangking 2 Work-Life Balance Terbaik di Asia, Indonesia Posisi Berapa?

Model kerja tersebut menuai kritik karena dianggap merugikan kesehatan pekerja dan bahkan disebut sebagai “perbudakan modern,” menurut laporan Wired.

Meski menuai protes, pola kerja semacam ini telah merambah sejumlah perusahaan rintisan berbasis kecerdasan buatan (AI) di Silicon Valley.

Guo mendirikan Scale AI bersama Alexandr Wang, miliarder termuda hasil usaha sendiri di dunia. Pada April lalu, valuasi Scale AI mencapai US$ 25 miliar. 

Dengan kepemilikan 5%, kekayaan bersih Guo melonjak menjadi US$ 1,3 miliar, menjadikannya perempuan termuda di dunia yang meraih status miliarder secara mandiri.

Menurut Guo, kesuksesan perusahaan teknologi berakar pada pengorbanan pendirinya. 

“Secara umum, ketika memulai perusahaan, hampir mustahil melakukannya tanpa pola kerja seperti itu. Anda akan butuh bekerja hingga 90 jam per minggu untuk bisa membangun fondasi bisnis,” jelasnya.

Baca Juga: 10 Negara dengan Work-Life Balance Terbaik Tahun 2025

Namun, ia juga menyadari bahwa tidak semua orang cocok dengan jadwal ekstrem tersebut. 

“Kalau tujuan Anda hanya mencari kekayaan, berinvestasi bisa menjadi alternatif. Tetapi jika memilih mendirikan perusahaan teknologi, Anda harus siap bekerja dengan jam panjang di awal,” pungkas Guo.

Selanjutnya: CEO Coinbase Pecat Peneliti yang Enggan Belajar Teknologi AI

Menarik Dibaca: Harga Emas Antam Naik Hari ini Selasa 26 Agustus 2025, Jadi Segini




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Powered Scenario Analysis Procurement Strategies for Competitive Advantage (PSCA)

[X]
×