Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Amerika Serikat Donald Trump membandingkan dampak serangan AS terhadap fasilitas nuklir Iran dengan pengeboman Hiroshima dan Nagasaki pada akhir Perang Dunia II.
Meski laporan intelijen menyatakan hasil serangan tersebut belum pasti, Trump bersikeras bahwa kerusakan yang ditimbulkan sangat parah dan menjadi faktor krusial dalam mengakhiri konflik antara Israel dan Iran.
Trump Klaim Serangan “Menghancurkan Total” Nuklir Iran
Dalam pertemuannya dengan Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte menjelang KTT NATO di Den Haag, Rabu (waktu setempat), Trump menyatakan bahwa laporan intelijen militer yang menyebut kerusakan terhadap program nuklir Iran hanya berlangsung beberapa bulan adalah “tidak konklusif”.
"Intelijennya... sangat tidak pasti. Tapi saya rasa kita bisa ambil bagian 'kami tidak tahu'. Itu sangat parah. Itu adalah penghancuran total," ujar Trump kepada wartawan.
Baca Juga: Trump: Kemajuan Besar dalam Konflik Israel-Hamas, Gencatan Senjata Semakin Dekat?
Serangan ke Iran Jadi Ujian Politik Bagi Trump
Keberhasilan serangan ini memiliki arti politik penting bagi Trump, terutama di tengah tekanan dari basis pendukung sayap kanan yang mengkritik intervensi militer luar negeri karena dinilai bertentangan dengan agenda "Make America Great Again" yang berfokus dalam negeri.
Namun, Trump menegaskan bahwa tindakan militer itu perlu karena Iran tidak boleh dibiarkan memiliki senjata nuklir.
"Saya tidak ingin membandingkan dengan Hiroshima atau Nagasaki, tapi pada dasarnya ini serupa. Itu mengakhiri perang. Ini juga mengakhiri perang," kata Trump.
Trump bahkan mengklaim bahwa program nuklir Iran telah mundur "puluhan tahun" dan menyebut bahwa Teheran “tidak akan berani melakukannya lagi.”
Pernyataan Pejabat Israel dan Iran Dikutip untuk Perkuat Klaim
Gedung Putih mengutip pernyataan dari Komisi Energi Atom Israel yang menyebut bahwa program nuklir Iran telah mundur “bertahun-tahun.” Sementara itu, media Al Jazeera mengutip seorang pejabat Iran yang mengakui fasilitas nuklir negaranya “rusak parah”.
Klaim-klaim tersebut digunakan oleh Trump dan timnya untuk membantah laporan dari Badan Intelijen Pertahanan AS (DIA) yang hanya menyebut dampak serangan berlangsung beberapa bulan.
Baca Juga: Trump Izinkan China Beli Minyak Iran, Tapi AS Tegaskan Sanksi Tetap Berlaku
Rubio dan Hegseth Pertanyakan Intelijen Resmi
Dalam konferensi pers tersebut, Trump duduk berdampingan dengan Menteri Luar Negeri Marco Rubio dan Menteri Pertahanan Pete Hegseth, yang turut mempertanyakan validitas laporan intelijen tersebut.
"Itu laporan sangat awal, tingkat kepercayaan rendah," kata Hegseth. Ia juga mengungkap bahwa FBI tengah menyelidiki kebocoran dokumen rahasia tersebut.
Rubio menambahkan bahwa ada motif politik di balik kebocoran laporan, dan menuduh media telah menyajikan informasi secara menyesatkan.
KTT NATO yang sedang berlangsung di Den Haag juga menyoroti rencana anggota NATO untuk menaikkan belanja pertahanan menjadi 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun beberapa negara diragukan akan memenuhi target tersebut, pemerintahan Trump memandang komitmen ini sebagai kemenangan besar dalam kebijakan luar negerinya.