Sumber: AP News | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - CARACAS, VENEZUELA. Pemerintahan Presiden Donald Trump kembali meningkatkan tekanan terhadap Presiden Venezuela Nicolás Maduro dengan menetapkan Cartel de los Soles sebagai organisasi teroris asing.
Namun, entitas yang oleh pemerintah AS disebut dipimpin Maduro itu sesungguhnya bukan kartel dalam arti umum, melainkan istilah yang digunakan secara longgar untuk menggambarkan jaringan pejabat korup dalam struktur kekuasaan Venezuela.
Penetapan tersebut diterbitkan pada Senin dalam Federal Register, menjadi langkah terbaru dalam kampanye pemerintahan Trump untuk memberantas perdagangan narkoba ke Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, sekitar sepekan sebelumnya menuduh Cartel de los Soles “bertanggung jawab atas kekerasan teroris” di kawasan.
Baca Juga: Presiden Macron: Rencana Perdamaian Ukraina dari Trump Perlu Diperbaiki
Langkah ini juga muncul ketika Trump mempertimbangkan opsi untuk melakukan aksi militer di Venezuela, sebuah kemungkinan yang tidak ia tutup meski sempat membuka peluang dialog dengan Maduro.
Serangan darat atau aksi langsung lain akan memperluas operasi militer yang sudah berlangsung beberapa bulan, termasuk pengerahan besar-besaran armada militer AS di Laut Karibia dan serangan terhadap kapal yang diduga menyelundupkan narkoba, menewaskan lebih dari 80 orang.
Apa Itu Cartel de los Soles?
Istilah Cartel de los Soles mulai digunakan warga Venezuela pada 1990-an untuk merujuk pada perwira militer berpangkat tinggi yang memperkaya diri melalui perdagangan narkotika. Seiring meningkatnya korupsi di era Hugo Chávez dan kemudian Maduro, istilah ini meluas mencakup polisi, pejabat pemerintah, hingga aktivitas ilegal seperti pertambangan tanpa izin dan penyelundupan bahan bakar.
Nama “los soles” merujuk pada lambang matahari di epaulet seragam perwira tinggi militer Venezuela.
AS pertama kali mengangkat istilah ini ke level organisasi kejahatan terstruktur pada 2020, ketika Departemen Kehakiman mendakwa Maduro dan lingkaran dalamnya atas tuduhan narkoterorisme.
Namun, banyak analis menilai penetapan AS tidak mencerminkan struktur organisasi nyata.
“Ini bukan kelompok formal. Tidak ada hierarki, tidak ada anggota yang mengidentifikasi diri sebagai bagian darinya,” ujar Adam Isaacson, Direktur Pengawasan Pertahanan dari Washington Office on Latin America.
Baca Juga: Trump dan Xi Gelar Pembicaraan Telepon, Sepakati Pertemuan Timbal Balik pada 2026
Venezuela Membantah Keras
Pemerintah Maduro menolak tuduhan tersebut, menyebut langkah pemerintahan Trump sebagai “rekayasa konyol” yang bertujuan membenarkan intervensi ilegal terhadap Venezuela.
Hingga tahun ini, label “organisasi teroris asing” umumnya diberikan pada kelompok seperti ISIS dan al-Qaida. Namun pemerintahan Trump memperluas penggunaannya pada Februari, mencakup delapan organisasi kriminal Amerika Latin yang terlibat dalam penyelundupan narkoba dan perdagangan manusia.
AS mengklaim kelompok-kelompok tersebut mengoperasikan kapal yang menjadi sasaran serangan militer, namun jarang memberikan bukti publik.
Sementara itu, pendaratan kapal perang dan pasukan AS di Karibia telah memicu spekulasi bahwa operasi ini memiliki tujuan politik: mengakhiri 26 tahun kekuasaan Partai Sosialis.
Situasi Politik Memanas
Maduro sendiri memenangkan masa jabatan ketiga setelah loyalis partai berkuasa menyatakan dirinya pemenang pemilu presiden tahun lalu, meski terdapat bukti kuat bahwa oposisi menang dengan selisih lebih dari dua banding satu. Pemerintahannya terus dituduh melakukan pelanggaran HAM terhadap lawan-lawan politik, termasuk setelah pemilu 2024.
Pihak oposisi yang didukung AS kembali menghidupkan agenda menggulingkan Maduro, memanfaatkan kehadiran militer AS di wilayah tersebut.
“Pilihan Baru” bagi AS
Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan bahwa penetapan Cartel de los Soles sebagai organisasi teroris memberi AS “banyak opsi baru” dalam menghadapi rezim Maduro. Namun ia menolak memberikan rincian, termasuk apakah kemungkinan serangan di daratan Venezuela sedang dipertimbangkan.
“Tidak ada yang dikesampingkan, tapi tidak ada juga yang otomatis diambil,” katanya.
Baca Juga: Xi Warning Trump: Isu Taiwan Tak Bisa Ditawar
Seorang pejabat senior pemerintahan AS mengatakan bahwa pemerintahan Trump menilai keberlangsungan kekuasaan Maduro “tidak berkelanjutan”. Intelijen AS juga melaporkan adanya kecemasan yang meningkat di kalangan elite Venezuela seiring gencarnya serangan AS.
Upaya komunikasi dari Maduro untuk dapat berbicara langsung dengan pihak AS juga disebut makin mendesak, namun Trump belum memberi izin untuk membuka saluran resmi.
Dakwaan Narkoterorisme: Tuduhan untuk “Membanjiri” AS dengan Kokain
Dakwaan AS tahun 2020 menuduh Maduro, Menteri Dalam Negeri Diosdado Cabello, Menteri Pertahanan Vladimir Padrino López, dan lainnya berkonspirasi dengan kelompok pemberontak Kolombia, termasuk FARC, untuk “membanjiri Amerika Serikat dengan kokain” sebagai senjata melawan Washington.
Wilayah perbatasan Venezuela–Kolombia selama bertahun-tahun menjadi jalur utama pengiriman kokain, dengan keterlibatan atau setidaknya pembiaran aparat keamanan Venezuela.
Maduro membantah tuduhan tersebut, menuding AS membangun narasi palsu untuk menggulingkannya. Ia menunjuk laporan PBB yang menyebut hanya sekitar 5% kokain Kolombia melewati Venezuela.
Pada Juli, Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi terhadap Cartel de los Soles, menuduh Maduro dan para sekutu puncaknya menggunakan kekuasaan negara untuk membantu perdagangan narkoba.
Otoritas AS juga menuding sindikat itu memberikan dukungan kepada geng Tren de Aragua dan Kartel Sinaloa, dua kelompok yang ditetapkan sebagai organisasi teroris asing pada Februari.













