Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
Jajak pendapat Reuters/Ipsos menunjukkan, mayoritas warga AS percaya bahwa pedoman untuk tetap di rumah harus tetap berlaku sampai pejabat kesehatan masyarakat memutuskan situasi sudah aman, meskipun terjadi kerusakan pada ekonomi negeri uak Sam.
Serangkaian protes telah pecah selama seminggu terakhir yang menyerukan larangan pencabutan bisnis.
Kematian akibat Covird-19, penyakit pernafasan yang disebabkan virus corona, di AS telah melampaui angka 45.000 secara nasional, ketika kasus-kasus infeksi meningkat menjadi lebih dari 811.000, menurut penghitungan Reuters.
Baca Juga: Tembus 10.000, kasus corona di Singapura masih tertinggi di Asia Tenggara
Negara Bagian New Jersey, Pennsylvania, dan Michigan masing-masing melaporkan jumlah kematian tertinggi dalam 24 jam terakhir pada Selasa (21/4) lebih dari 800 orang. Sementara New York, pusat wabah di AS, memiliki 481 kematian baru.
Saat negara-negara bagian maju dengan rencana untuk membuka kembali bisnis, Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) memperingatkan gelombang kedua virus corona bisa lebih buruk karena bertepatan dengan bergulirnya musim flu.
"Ada kemungkinan serangan virus pada bangsa kita pada musim dingin tahun depan sebenarnya akan lebih sulit daripada yang baru saja kita lalui," kata Direktur CDC Robert Redfield dalam wawancara dengan Washington Post yang terbit Selasa.