Reporter: Danto | Editor: Test Test
BEIJING. China benar-benar bermimpi menjadi raksasa dunia. Setelah mampu menjelma menjadi raksasa ekonomini baru, kini China berambisi menjadi produsen pesawat penumpang, menyaingi raksasa produsen pesawat asal Amerika Serikat Airbus dan Boeing.
Sebagai bukti dari mengejar mimpi itu, Senin (21/12) kemarin, perusahaan penerbangan milik negara China: Commercial Aircraft Corporation of China (COMAC), meneken kesepakatan jual beli dengan CFM International, perusahaan patungan Safran Group dan General Electric.
Safran Group, perusahaan bidang bidang pertahanan dan kedirgantaraan Perancis, bersama konglomerat Amerika Serikat General Electric meneken kesepakatan bernilai miliaran dolar untuk memasok mesin jet pesawat penumpang baru C919 yang tengah dirancang COMAC. Belum jelas benar untuk jangka waktu berapa kontrak tersebut.
Pesawat C919, yang dikembangkan oleh COMAC, dijadwalkan sudah siap terbang pada 2016. Armada baru ini, menurut media pemerintah China, di masa depan diproyeksikan sebagai maskapai pesaing berat Airbus A320 dan Boeing 737.
Dalam pernyataan resminya, Chief Executive Safran, Jean-Paul Herteman mengatakan, kontrak ditandatangani Senin (21/12) kemarin, bersamaan dengan kunjungan resmi Perdana Menteri Perancis Francois Fillon ke Beijing. Nilai kontrak yang bakal diteken mencapai total US$ 5 miliar untuk Safran dan General Electric.
Kelompok usaha Prancis dan raksasa Amerika Serikat itu telah bermitra sejak 1974, bersama-sama mengoperasikan perusahaan patungan bernama CFM International. Nah, salah satu klien perusahaan hasil joint venture keduanya adalah perusahaan raksasa pembuat pesawat Airbus dan Boeing.
"Kontrak ini adalah sangat penting bagi kami," kata Herteman, kepada wartawan, seperti dikutip kantor berita AFP.
Pesawat C919, dengan maksimal 190 kursi, nantinya akan didukung dengan mesin X LEAP, teknologi mesin pesawat yang tengah dikembangkan oleh Safran bersama General Electrics.
Yang hebat, kesepakatan baru itu akan berimbas besar ke industri domestik Prancis. Menurut Herteman, dari hasil deal kontrak itu akan tercipta lapangan kerja secara langsung, setidaknya menyerap 8.000 hingga 10.000 orang di Prancis. Bahkan, jika menghitung pekerjaan yang di-subkontraktor-kan, jumlahnya akan meningkat tiga sampai empat kali dari jumlah tersebut.
Bagi China, kerjasama tersebut juga akan menguntungkan, bisa memperkuat rencana kelangsungan pabrik perakitan pesawat di negara tersebut. "Pasar Cina akan mewakili 20% pasar penerbangan global dalam 20 tahun mendatang," kata Herteman.
COMAC telah didirikan tahun lalu, diminta oleh Pemerintah China untuk mengembangkan pesawat besar yang dapat menyaingi produk-produk pesawat buatan para pemimpin industri penerbangan dunia semacam Airbus dan Boeing. Jika proyek ini rampung, China diprediksikan menjadi salah satu produsen pesawat yang diperhitungkan di pentas global.
Media-media di China memperkirakan, bahwa perusahaan penerbangan di negara itu akan membutuhkan setidaknya 1.600 pesawat jet penumpang baru pada tahun 2020, dan sebanyak 3.000 pesawat jet penumpang baru pada tahun 2050.