Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Kamis (18/9/2025) setelah The Fed memangkas suku bunga.
Pasar menimbang dampak kebijakan moneter yang lebih longgar terhadap prospek permintaan minyak, di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi Amerika Serikat.
Mengutip Reuters, harga minyak Brent turun 30 sen atau 0,4% menjadi US$ 67,65 per barel pada pukul 09.37 GMT.
Sementara harga West Texas Intermediate (WTI) juga terkoreksi 30 sen atau 0,5% ke level US$ 63,75 per barel.
Baca Juga: Harga Minyak Bergerak Tipis Kamis (18/9) Pagi: Brent ke US$67,87 & WTI ke US$63,95
The Fed pada Rabu (17/9) memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin dan memberi sinyal akan ada penurunan lanjutan sepanjang tahun ini, sebagai respons atas pelemahan pasar tenaga kerja.
Secara teori, biaya pinjaman yang lebih rendah biasanya mendorong permintaan energi dan menopang harga minyak.
Permintaan Asia Bisa Naik
Menteri Perminyakan Kuwait Tariq Al-Roumi memperkirakan, permintaan minyak global akan meningkat pasca langkah The Fed, khususnya dari pasar Asia.
Namun, sebagian analis menilai dampak positif ke harga minyak masih terbatas.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Stabil, Pasar Menanti Keputusan Suku Bunga The Fed
“Mereka (The Fed) memangkas suku bunga karena ekonomi jelas melambat,” kata Jorge Montepeque, Managing Director Onyx Capital Group. “The Fed mencoba mengembalikan pertumbuhan.”
Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan risiko pelemahan lapangan kerja kini lebih menonjol dibanding inflasi, meskipun tekanan inflasi tetap harus diwaspadai.
Stok Minyak AS Masih Jadi Sorotan
Faktor fundamental juga turut menekan harga. Kondisi kelebihan pasokan dan permintaan bahan bakar yang lemah di AS, konsumen minyak terbesar dunia, masih membebani pasar.
Baca Juga: Pernyataan FOMC The Fed (17 September 2025)
Data Administrasi Informasi Energi AS (EIA) mencatat persediaan minyak mentah turun tajam pekan lalu, seiring rekor rendah impor bersih dan lonjakan ekspor ke level tertinggi dalam hampir dua tahun.
Namun, stok distilat justru meningkat 4 juta barel, jauh di atas ekspektasi pasar sebesar 1 juta barel.
Lonjakan ini memicu kekhawatiran lemahnya permintaan bahan bakar di AS dan menekan harga minyak lebih lanjut.