Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi
"Hong Kong dulunya adalah batu loncatan bagi mereka untuk akhirnya pergi ke China dan menyediakan layanan keuangan di antaranya. Formula ini tidak lagi berfungsi,” papar Chung.
Sedangkan William Nee, seorang analis bisnis dan hak asasi manusia di kantor Amnesty International Hong Kong menyatakan dalam jangka pendek, bisnis di Hong Kong mungkin merasa jeda jika protes keras terhadap UU mereda. Namun UU ini bakal memberanikan Beijing memberikan tekanan politik yang lebih besar pada perusahaan dan karyawan mereka untuk mematuhi agenda China.
Ia menilai pemimpin bisnis di Hong Kong yang mendukung protes, dapat menjadi target jika otoritas Cina ingin memprioritaskan penuntutan tersebut. Namun, untuk saat ini, tidak ada yang tahu bagaimana pihak berwenang akan menggunakan hukum itu.
“Apakah mereka hanya akan menargetkan orang-orang yang melakukan tindakan kekerasan terhadap polisi atau apakah mereka target mereka akan jauh lebih luas terhadap para pemimpin budaya dan bisnis Hong Kong. Kurangnya kejelasan tentang niat Beijing yang sebenarnya adalah, sejujurnya, salah satu faktor ketidakpastian,” terang Nee.
Baca Juga: Informasi penting soal Hukum Keamanan Nasional Hong Kong yang kontroversial
Richard Harris, mantan direktur Citi Private Bank yang sekarang mengelola Manajemen Investasi Port Shelter di Hong Kong berpendapat UU ini bisa memicu ancaman dari Trump yang dapat menghambat pemulihan ekonomi. Ia melihat bakal terjadi perpindahan bisnis dari Hong Kong ke Singapura.
“Orang-orang akan memutuskan sekarang merupakan waktu yang tepat untuk pindah. Saya tidak sepenuhnya negatif tentang Hong Kong. Saya pikir itu akan tetap menjadi tempat yang bagus untuk melakukan bisnis. Cina masih membutuhkan Hong Kong, sama seperti Hong Kong membutuhkan Cina. Itu tidak akan pernah berubah,” ungkap Harris.
Di sektor pariwisata, pebisnis menilai, turis asal Amerika Serikat bakal menghindari Hong Kong sebagai destinasi wisata. Sam Lau, pemilik lima hostel dan dua agen perjalanan di distrik perbelanjaan Tsim Sha Tsui yang biasanya ramai menyebut hal ini bisa terjadi bila konfrontasi AS-China memanas.
Kendati demikian, ia lebih takut pada pandemi Covid-19 daripada hukum keamanan. Lantaran pandemi telah berhasil membunuh bisnisnya, sementara hukum keamanan hanya mempengaruhi sekelompok kecil orang yang melanggar hukum.
“Untuk pariwisata Hong Kong untuk kembali ke masa lalu, kita akan membutuhkan setidaknya satu atau dua tahun. Sebelum itu, kita hanya perlu mengencangkan ikat pinggang kita dan mencoba bertahan,” tutur Lau.
Baca Juga: Laju bursa AS tertekan kekhawatiran lonjakan Covid-19 dan ketegangan AS-China