Sumber: Channelnewsasia.com | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Keluarga yang putus asa mencari obat COVID-19 di China dihadapkan dengan rak apotek yang kosong. Konsumen didorong untuk membeli di pasar online yang suram dan penuh dengan penipuan harga dan penipuan produk.
Beijing bulan lalu tiba-tiba mengubah kebijakan nol virus COVID yang menjadi ciri khasnya menjadi lebih longgar. Langkah itu memicu lonjakan kasus infeksi di seluruh negeri.
Gelombang COVID-19 saat ini telah membuat toko obat kehilangan persediaan, karena orang-orang mengambil obat flu dan demam. Banyak yang terpaksa beralih ke penjual online dengan sedikit jaminan untuk mendapatkan apa yang telah mereka bayar.
Orang-orang China telah lama menanggung skandal yang melibatkan obat tercemar, uji klinis palsu, dan regulasi yang lemah dalam industri medis. Membuat banyak orang skeptis terhadap obat-obatan yang diproduksi di dalam negeri.
Baca Juga: WHO: Tak Ada Varian COVID baru di China, Namun Angka Kematian Tak Sesuai
Dengan putus asa mencari pengobatan untuk anggota keluarga yang sakit, Warga China Qiu mengatakan kepada AFP bahwa dia menghabiskan ribuan dolar untuk obat-obatan COVID-19, setelah menghubungi seseorang secara online yang mengaku wakil dari Ghitai Pharmaceutical yang berbasis di Hong Kong.
Orang tersebut mengatakan mereka memiliki akses ke stok Paxlovid, obat COVID-19 yang disetujui Beijing yang dikembangkan oleh raksasa obat-obatan AS Pfizer dan dapat mengirimkan sebagian ke China daratan.
Setelah diarahkan ke situs web yang diklaim resmi, Qiu kemudian membayar 12.000 yuan (US$ 1.740) untuk enam kotak Paxlovid, menurut catatan pembayaran yang dilihat oleh AFP. Namun, Pil yang dia pesan tidak pernah datang dan perwakilan memutuskan kontak. Sehingga membuatnya putus asa, tidak berdaya dan sangat marah.
"Itu perilaku menjijikkan," kata Qiu.